Silaturahmi Tak Terbukti Luaskan Rizki
Alhamdulillah, kesampaian juga. Entahlah, entah semua terjadi karena
dorongan hati yang terlalu kuat untuk tidak melewatkan momen bahagia kakak
sepupu di akad sekaligus walimatul ursy-nya yang dihelat hari ini atau apa? Alasan
jauh, repot lagi ada bayi, sampai itungan biaya transportasi, sungguh sudah
siap untuk dijadi tameng dalih atau sekedar alibi, tadinya.
Namun, sudah terlalu lamanya tak mengunjungi, banyak beda yang
mungkin telah terjadi, hingga bisa jadi, ini adalah kesempatan bersua yang
terakhir kali, mengingat saudara-saudara bapak sudah tak muda lagi, akhirnya
saya pergi juga meski tanpa didampingi istri yang masih repot ngurusin bayi.
Benar saja, silaturahmi terasa penuh arti dan pertemuan pun menjadi
jalan saling mentafakuri soal apa yang masing-masing alami. Berbagi cerita,
saran, maupun do'a terasa lebih bermakna di antara sanak saudara yang sudah
lama tak bersua. Alhamdulillah....
Sebenarnya dan seharusnya, silaturahmi memang bukanlah hal yang
mesti berat dilakoni jika kondisi memungkinkan untuk hal itu bisa dipenuhi. Silaturahmi
adalah nadi yang menjadi ciri bahwa sebuah jalinan hati di antara makhluk
adami masih tetap lestari.
Di makna lebih dalamnya lagi, sebagian kita bahkan meyakini akan adanya
keluasan rizki dan nikmat berupa umur panjang dalam silaturahmi yang menjadi
esensi. Benarkah?
Sepertinya, bagi yang meyakini, sanksi terhadap janji Rasulallah tentang
silaturahmi bukanlah hal yang layak diamini. Pun demikian, benar adanya, sebelum
manusia dilahirkan, takaran rizki dan usia memang sudah ditetapkan. Maka, bahwa
itu akan tetap diberikan meski kita lebih rajin atau malah jarang dalam bersilaturahmi,
semua sudah menjadi kemestian. Jadi, nggak ngaruh dong?
Mmh...memang nggak ngaruh. Sebagaimana sebuah kondisi tentang mau kerja
atau nggak, gajinya tetap saja segitu. Ya...tapi kalo masih dipercaya kerja,
kan? Lah, jika karena nggak kerja terus kena PHK? Atau gara-gara rajin kerja malah dapat bonus dari
sana, mau bilang apa?
Tapi kan... tapi kan, itu soal beda. Itu takdir namanya.
Pernah dengar bahwa do'a, sedekah, atau sholawat, bisa mengubah
takdir?
Ok... tapi bukan berarti karena silaturahmi dong?
Mmh, apakah sedekah dimaknai hanya dalam bentuk uang dan makanan
saja? Bukankah senyum saja sudah termasuk sedekah; Dan saat silaturahmi
terjadi, bukan hanya senyum, kita bisa juga sedekahkan sedikit kebahagiaan kepada
orang lain atas hadirnya kita. Ya, kecuali memang hadirnya kita selalu sepaket
dengan masalah yang serta dibawanya.
Runut lagi, anggaplah silaturahmi memang tak terbukti luaskan rizki.
Apalah rizki jika harus kita
maknai? Berkarung beras dan sebongkah berlian, kah? Ah, tidakkah dengan
demikian kita telah tega menyempitkan setiap diri untuk menjadi sosok Bang Toyip
yang tak pulang-pulang saja?
Rizki yang hakiki bisa kita temui dalam sehat yang menyertai,
kemudahan yang diberi, atau kesederhanaan yang cukup saja kita miliki. Kesederhanaan?
Maksudnya?
Begini, semisal saat hp kita rusak, saja. Berapa biaya yang harus
kita habiskan untuk bisa memperbaikinya jika oleh sendiri? Untuk itu, mungkin kita
perlu pelatihan reparasi atau bahkan kuliah electricity.
Untuk bisa menggunakan kendaraan dalam sebuah keperluan, kita harus
belajar mengemudi, punya lisensi, dan mengeluarkan sejumlah uang untuk
kendaraan dibeli. Iya?
Namun ternyata, dalam aplikasinya, bayangan untuk beragam proses
rumit itu bisa selesai dengan cara yang sederhana. Tinggal bersilaturahmi dengan tukang servis atau
datang ke tukang rental kendaraan, semua dapat aman dan terkendali.
Jangan bilang itu sebagai ilahar. Bukan
tak mungkin, saat kita perlu, tukang servis justru lagi tak mud atau Si Tukang Rental
malah tak menaruh percaya terhadap kita. Nah, dengan silaturahmi, bukan hanya kemudahan
yang bisa kita dapati, didahulukannya layanan sampai dengan tak perlu adanya
biaya diperlukan, adalah hikmah lain dari silaturahmi yang mungkin bisa kita
dapatkan.
Jika sejumlah ulasan di atas menyangkut
masalah keluasan rizki, lantas bagaimana dengan usia? Usia atau umur yang juga
disebut sebagai manfaat dari silaturahmi.
Dengan lebih ghaib-nya usia, sangkalan
kontribusi silaturahmi dalam panjangnya usia, tentu lebih mudah untuk dijadikan
bahan pertanyaan atau bahkan gugatan.
Baiklah.... Namun, sebelum semua diajukan,
bolehlah kiranya kita coba renungkan satu hal.
Berapa usia Muhammad SAW? Muhammad SAW sebagai orang yang mengujarkan, "Siapa
yang ingin rizkinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaklah ia bersilaturahmi,"
(HR. Bhukari)
Muhammad SAW hanya berusia kurang dari 63
tahun; dan kalimat tadi masih hidup sampai saat ini di hati umat yang
meyakininya.
Wallahualam....
Papi Badar
Cipali, 18082018
Repost dari plukme
Komentar
Posting Komentar