Memapah Perih (Puisi)

Andai rinai embun itu masih mungkin jatuh
Sejuk sentuhnya pasti mencipta tunas untuk tumbuh
Maaf, sedikit aku terlewat
Ya, logikamu telah mengharam andai bersemayam dalam benak
Tak apa....

Desir kehilangan memang selalu terdengar menderu, kejam selaksa peluru
Mencabik bukan meracik, menghempas tanpa memelas, menembus...
semoga ada sisa yang tak tergerus

Langit masih biru kendati tak henti kaukata kelabu
Riak masih melata, meraba asa yang masih ada
Tak sudikah kau lepas kekang tuk dia menepi, memintal kasih itu utuh kembali?
Lelah, tidakkah dayamu mengenal nadir tuk menyerah?

Beribu gelap terarungi, terangmu tak juga mohon pelita tuk terangi
Tak jengahkah kau dalam sayu yang segera merenggutmu?
Berlarut suram hanya menyisa kelam yang bengis terhadap silam
Tengoklah, silam itu sudah lalu, sekuat kaki kau laju dan menyeru,
ikhtiarmu berbuah semu

Ah, sudahlah.... Bisikku hanya igauan
Kutahu, tempat itu terlalu luhur tuk kauhampar untukku
Sekedar pinta, kala mungkin sempat kau disapa rindu
Di sini masih sisa raga untukmu

Papi Badar,
Bandung, 18092018


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti