Mimpi Memilih Pemimpin dari Kepemimpinannya

Para Capres Pemilu 2019, sudah yakin dengan kepemimpinannya?

Dari judulnya sudah jelas ini adalah tulisan membosankan, basi, dan tak enak dibaca. Saya sarankan, jangan paksakan diri Anda untuk membacanya. Menulis saja! Siapa tahu tulisan Anda lebih mencerahkan. Karena apa yang saya bagi tak lebih dari kegamangan yang justru perlu pencerahan.

Jadi ceritanya, kembali menyoal dua capres yang sedang berkontes, kita belum bisa menjatuhkan pilihan demi konsep kepemimpinan mereka. Eh... Saya, maksudnya. Kok kita? Ya, syukur kalau memang bro and sis sudah mantap tentuin pilihan. Saya ikut bahagia dan semoga berkah. Tapi kalaupun iya, apa iya bukan pilihan emosional semata? Sorak sorai dibelakang saat mereka bicara di depan publik tanpa sadar yang disampaikan mereka hanya cermin dari ketidakpahaman mereka tentang konsep bernegara dan kepemimpinan.

Saya mulai dengan Capres 01, ya. Ceritanya, kita flashback ke momen debat.

Dari satu rangkaian debat yang memuat tema "Hukum, Ham, Korupsi, dan Terorisme" kemarin, bagian yang paling mencolok perihal kepemimpinan dari Capres 01 adalah saat ditanya soal miss-kordinasinya antar fungsi kepemimpinan. Jawabannya sungguh membuat kita, eh saya, kecewa.

Menanggapi pertanyaan tentang adanya indikasi kepentingan dari ketidakkompakan para pembantu presiden, Capres 01 mengawali dengan keleluasaan beliau dalam memimpin karena tak punya dosa masa lalu (shock therapy untuk capres 02), dilanjut dengan keterbukaan proses birokrasi yang memangkas peluang korupsi.

Ok, hanya saja, keterbukaan birokrasi dalam pengurusan administrasi sebagaimana yang beliau singgung kala itu, mungkin hanya akan meminimalisir korupsi ditingkat pengurusan administrasi. Tak ada lewat belakang dan tak ada pungli recehan biar proses lebih cepat kelar.

Lantas, bagaimana dengan korupsi tingkat kebijakan dengan pelaku para pemegang kewenangan dimana dia bisa mengakangi birokrasi yang dia bawahi. Apa mungkin tertangkapnya bupati cianjur, mesuji, dan di beberapa daerah lain adalah buah dari kurangnya sistem mengikat para pemangku kebijakan di tataran daerah. Apa ini juga berarti sistem birokrasi dibenahi, tapi para pic-nya tak terawasi?

Selanjutnya, hal lain yang paling bikin bengong adalah tanggapan ke dua setelah Capres 02 menegaskan maksud pertanyaannya yang kurang lebih menanyakan kenapa menteri dan pejabat setingkat di bawah presiden seperti tidak ada komunikasi dan kordinasi semisal dalam kasus impor bahan pangan.

Glek! Semoga Anda tak menelan lidah sebagaimana saya saat mendengar apa yang beliau utarakan.

"Berbeda pendapat di antara bawahannya itu biasa dan di rapat juga saya biarkan," ucapnya. Masalahnya, ini sudah keluar publik. Suara pemerintah sangat memalukan saat para instrumen di dalamnya bersilang keterangan soal kemana arah kebijakan seharusnya diambil. Presiden seperti tak memiliki kontrol terhadap hal tersebut, bahkan tak tahu sama sekali. Kasian.

Lebih kasihan lagi, itu terjadi berulang. Kasus penetapan kapolri yang menyeret perseteruan antara KPK dan Porli adalah contoh besar di awal kepemimpinan Sang Petahana. Sedang kasus pembebasan Ba'asyir, ini menjadi polemik terbaru dari gambaran lemahnya kordinasi di tubuh pemerintah saat ini.

Jika mau ambil lagi contoh yang tak terkait posisi beliau sebagai presiden, kasus gagalnya Mahfud MD maju sebagai cawapres adalah potret lain dari kuatnya lingkaran kekuasaan merongrong keputusan seorang jokowi.

Dari contoh-contoh di ataslah, saya pikir, sangat sulit untuk memilih jokowi berdasar pada sosok kepemimpinannya. Hanya kecintaan yang lebih bersifat emosional saja yang akhirnya bisa diandalkan sebagai modal Jokowi untuk masih memiliki dukungan dari para cheerleader-nya.

Jokowi yang merakyat, Jokowi yang nggak ribet, yang merangkul minoritas, yang gemar bekerja, rajin membangun infrastruktur, dan yang membuat kita berpikir ulang untuk mempertahankan kepemimpinanya.

Ya, mau gimana lagi, bagi saya pribadi, rupiah yang belum juga menemukan posisi aman, iklim usaha yang tak tentu, dan kelemahannya dalam memimpin, adalah indikasi harus adanya perubahan sebelum semuanya semakin rumit dan pendukungnya tetap bangga dengan segala pernak-pernik yang mungkin bagus tapi bukan pada tempatnya. Bukan tugas presiden masuk ke gorong-gorong, bukan tugas pemimpin negara menyapa rakyat dengan jaket kulit dan helm retro. Sentuhlah rakyat dengan kebijakan yang membuat mereka tenang dan nyaman untuk berkembang.

Mohon maaf untuk yang tersinggung, ya .... Saya berani uraikan demikian juga karena banyak pakar yang berpandangan demikian. Berikut saya lampirkan sebuah link youtube sebagai salah satu contohnya.

https://m.youtube.com/watch?v=rBw2PUAyzs4

Beralih ke Capres Nomor 2, dalam debat pertama 17 Januari 2019, kata-kata Capres 02 meyakinkan dengan posisi caawapres yang menguatkan sekaligus bertugas untuk mengulang kalimat, "Bersama .......... kita akan wujudkan ...... " Tapi, persoalan utamanya adalah belum kejadian dan belum kebuktian.

Melihat sepak terjang beliau dengan prestasi di kesatuannya dulu, memang bisa dikatakan, beliau meyakinkan dalam urusan kepemimpinan. Terlepas hal itu terkait dengan kekuatan luar dari mertua atau lingkaran kekuasaan kala itu, ya. Beliau adalah koleris sejati. Seorang yang bertipe kepribadian dengan takdir menjadi seorang pemimpin.

Kurangnya. Semoga ini hanya dari saya pribadi, seorang koleris kuat sangat perlu penyeimbang, penahan, dan penyaring sikap kerasnya dalam memimpin. Secara konsep, ada harapan yang bisa ditagih dari capres 02. Harapannya, semoga hal tersebut tak lantas hanya berhenti di bentuk tagihan saja. Kontrol di sekitar kekuasaan jika ada takdir Capres 02 naik harus kuat dan tulus. Semoga para penyokong saat ini tak hanya semangat saat pemenangan dan lari saat tiba waktunya segala kebijakan butuh dukungan dan pertanggungjawaban.

Jadi, mana yang lebih baik. Tentu saja saya tak punya jawaban. Kan dari awal juga saya butuh pencerahan.

Kepemimpinan Capres 01 sudah kita rasakan dan Kepemimpinan Capres 02 masih dalam bentuk bayangan. Sementara ini, silahkan saja bersorak dengan pilihan emosional kita masing-masing. Tapi ...  ya, bagi kedua kubu, mohon mulailah lebih objektif untuk mengapresiasi dan mengakui kelemahan masing-masing.

Ingat, yang akan bergantung kepada hasil kontestasi april 2019 nanti bukan saya dan Anda saja. Bangsa ini taruhannya, Bro and Sis!

Andris Susanto
Bandung, 01022019
#capres #pilpres #kepemimpinanjokowi #prabowo #politik

Komentar

  1. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya