"Hirup Tong Kagok Ngan Tong Ngagokan!" Masih Mencoba Menyelami Colotehan Ustad Evie Effendi

Gambar: youtube,com

Dear Bloggers! Hehe.. Sapaannya mirip orang yang mau nulis catatan harian, ya? Atau kalo nggak, mungkin mirip orang yang menyapa mantannya seperti yang sering ustad evie contohkan.

Dear Mantan! Maafkan aku yang dulu.
Kalo kemarin aku haram jadah sekarang aku mencoba ada di atas sajadah,
dan itu lebih indah.
Kalo kemarin aku bejat kini aku taubat.
Kalo kemarin aku maksiat sekarang aku taat.
Kalo kemarin aku masih konvensional,
liat akhwat yang memikat rasanya pengen ngasih coklat.
Kini akunya sudah syariat.
Liat akhwat yang memikat,
langsung kan kuberi dia seperangkat alat sholat.

Begitu kira-kira kala beliau sejenak bersajak soal mantan di sela tausiahnya.

Sebagaimana sempat disinggung di tulisan sebelumnya, ustad evie memang dikenal sebagai seorang da'i yang pandai memilah kata dan merangkai diksi dalam tausiyahnya. Bahasanya enak didengar dan ringan untuk dicerna, terlebih oleh orang sunda karena memang beliau berasal dari tatar pasundan.

Namun jangan salah, jika direnungkan, dibalik bahasanya yang ringan, terdapat makna yang cukup mendalam. Karenanya, banyak ungkapan, atau saya lebih suka menyebutnya celotehan, dari Ustad Evie Effendi yang akhirnya membumi dan kerap digunakan pada obrolan sehari-hari. Contohnya seperti celotehan beliau yang hendak saya bahas di tulisan kali ini. "Hirup Tong Kagok Tapi Tong Ngagokan!" Semoga bermanfaat!

Bloggers, celotehan dalam bahasa sunda di atas terdiri dari dua frasa inti. Yaitu, "Tong Kagok!" dan "Tong Ngagokan!" Oleh karena itu, untuk mengurai makna celotehan tersebut, mari kita coba artikan satu per satu.

Secara langsung, "Tong Kagok!" dalam bahasa indonesia bisa diartikan "Jangan Tanggung!" "Hirup Tong Kagok!" sendiri, bisa dimaknai sebagai larangan untuk tidak tanggung dalam melangkah atau menjalani hidup.

Apa iya, hidup kita tak boleh tanggung, Bloggers?

Mencoba menjawab tanya tersebut, sikap atau langkah kita yang tanggung mengindikasikan kekhawatiran atau keraguan saat hendak melakukan sesuatu. Selanjutnya, perasaan tersebut akan membuat kita kurang dalam persiapan dan perhitungan. Akhirnya, dengan bekal yang serba kurang tadi kita pun tak pernah mendapatkan atau sampai pada hasil yang diharapkan berupa kesuksesan dalam hidup. Kita tertahan di tengah jalan. Entah itu setengahnya atau mungkin baru seperempatnya, yang pasti, tidak sampai pada tujuan.

Adapun soal kesuksesan itu sendiri bentuknya bisa beragam sesuai dengan niat awal yang kita tentukan. Apa itu menjadi pengusaha dengan aset di mana-mana, pedagang dengan omset berjuta-juta, atau pegawai dengan jabatan di atas sana. Sayangnya, jika usaha kita serba tanggung, hasilnya, jadi pengusaha tapi karyawannya cuma dua, pedagang hanya bisa nambah hutang, dan pegawai tetap jadi bawahan yang tak berdaya. Kita tak pernah bisa mencapai hasil yang sempurna.

Lanjut ke frasa berikutnya, "tapi tong ngagokan!", artinya: tapi jangan membuat langkah orang lain menjadi tanggung, merasa canggung, atau malah terhambat oleh langkah kita.

Jika frasa sebelumnya fokus pada urusan pribadi yang berakibat hanya pada diri pribadi, di frasa lanjutan ini, kita diminta untuk memperhatikan orang lain. Intiny, jangan sampai langkah kita malah mengganggu langkah orang lain.

Kayaknya mudah dipahami, ya? Hehe.. Semoga. Tapi apa kaitannya dengan frasa pertama?

Bloggers, seperti dijelaskan sebelumnya, untuk meraih sukses, langkah kita haruslah total tanpa ragu. Namun, dalam langkah tanpa ragu tadi, haruslah tetap kita memperhatikan nasib orang lain. Jangan sampai demi sukses, kita halalkan segala cara yang berimbas pada kerugian orang yang menimpa orang lain.

Untuk hal ini, ada contoh lucu yang pernah saya temui. Ceritanya, di komplek yang saya tinggali dulu cuma ada satu warung sayuran. Karenanya, warga sering kesulitan mendapat bahan masakan yang hendak dibeli karena kehabisan. Lalu, denger cerita dari warga lama, ternyata pernah ada satu atau dua warung lain yang mencoba jualan barang yang sama di sana. Lumayan lah, warga jadi punya pilihan lain.

Sayangnya, intimidasi dari pemilik warung sayuran pertama membuat warung-warung baru tak pernah bertahan lama. Hasilnya apa? Warung sayuran pertama tetap ada tapi tak pernah berkembang karena warga banyak yang memilih belanja ke luar komplek daripada kehabisan atau cuma mendapatkan barang sisa. Mmh.. Kalo dari cerita di atas, memang sikap "kagok" dan "ngagokan" terbukti berimplikasi jelek untuk semua, bukan hanya pribadi yang berbuat saja.


Nah, berkaca pada uraian di atas, sikap "kagok" dan "ngagokan" memang layak untuk kita hindari demi tercapainya tujuan kita. Hidup yang tanggung membuat kita jalan di tempat dan sulit untuk berkembang. Sebetulnya nggak masalah juga, sih. Asal kita memang bisa mesyukuri apa yang kita miliki sekarang dan tak menyesali segala yang belum sempat ternikmati. Setiap pilihan ada konsekuensi, jika kita sudah nyaman di zona yang kita tempati, ya sudah. Mungkin sekedar itu yang menjadi obsesi. hehe.. Asal jangan hanya jadi alibi ya, Bloggers!

Repost postingan dari akun Andris Susanto, plukme

Tulisan terkait lain, Cikaracak Ninggang Batu Lila-lila jadi Deklok


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti