Bersantai dengan Si Melankolis Sempurna

Gambar: Dok. pribadi

Subhanallah! Wow! Ini adalah salah satu hari paling repot yang pernah saya alami. Baju kotor numpuk, alat makan kotor berbaris tak rapi, rumah berantakan, belum ada makanan pula. Sebabnya tak bukan karena Si Sulung demam plus adiknya yang tak bisa lepas dari Sang Ibu. Senyumin aja, ini ujian. Cuma bisa berbesar hati sambil beresin satu-satu.

Di tengah kerjaan rumah yang tak sedikit tadi, Si Sulung yang mulai baikan muncul sifat aslinya. Segala ditanya semua dikeluhkan, "Papi pake gelas ini, nggak? Udangnya kenapa pada nggak ada kepalanya? Papih, ini laba-laba kok ada pencapitnya?" Sampai yang agak lama, dia mengeluh salah pasang mainan adiknya. Mainan yang selesai dirangkai dengan beberapa bandul berbunyi itu minta dibongkar dan dipasang ulang. Alasannya? Karena posisi bautnya salah. What!!!

Sepertinya akan banyak agenda yang terlewat hari ini. Berkunjung ke saudara, mancing, sampai rencana nulis tentang finalis piala dunia pun alamat batal. Arrggh.. ya sudah, saya tulis saja tentang Si Sulung, buah hatiku yang berkepribadian melankolis sempurna!

Tepok jidat saat pertana saya menyadari bahwa anak pertama saya memiliki tipe kepribadian melankolis. Alamat repot, nih! Sebagaimana kita tahu, tipe kepribadian ini sedikit sulit berdamai dengan keadaan. Tipe kepribadian melankolis selalu menuntut kesempurnaan dan kesesuaian, meski di lain sisi, lebih mudah untuk mengarahkan orang berkepribadian ini jika mereka sudah berhasil diyakinkan.

Apa saya harus kesal untuk itu? Tentu saja tidak. Di banyak hal justru banyak syukur yang harus terucap. Syukur untuk dia yang taat memegang teguh nilai yang ditanamkan, syukur untuk besar dan antusiasnya dia dalam menganalisa sesuatu, syukur untuk rajinnya dia mengingatkan saat kita melanggar aturan, syukur untuk begitu besarnya rasa empati yang dia miliki. Lagian, bagaimana bisa saya kesal jika saya sendiri bertipe kepribadian yang sama. Tepok jidat lagi! Huehe..

Sebenarnya, ciri-ciri melankolis pada Si Sulung sudah sejak dini terlihat. Waktu baru bisa merangkak, pernah saya lihat dia mengambil bungkus biskuit di karpet depan televisi. Dan apa yang selanjutnya terjadi? Susah payah dia merangkak mendekati tempat sampah dan dimasukanlah bungkus biskuit ke sana. Dengan bangga, dia pun kembali untuk duduk di karpet yang sudah tak bersampah lagi.

Wow lagi, saya kagum dibuatnya. Namun, awalnya saya pikir itu hanya karena pembiasaan situasi. Ya, sekedar penerjemahan dari teori behavioristik. Dia biasa mengamati orang rumah buang sampah, karenanya dia meniru kebiasaan tersebut. Tapi ternyata, lebih dari itu.

Jagoanku akan merasa terganggu jika orang lain melanggar hal yang sudah dipahaminya sebagai ketentuan. Sekali waktu, kudapati dia sedang memarahi anak tetangga yang makan sambil berdiri. Wealah.. gimana kalo bapaknya liat? Saya pun segera memanggilnya, dan berusaha memberi alasan bahwa mungkin saja anak tetangga itu sedang buru-buru atau belum tahu. "Kamu cukup kasih tahu aja, tak perlu marah-marah. Ntar dia nggak mau main lagi sama kamu." Setelah situasi reda, baru saya biarkan dia kembali main.

Seiring waktu, memang banyak hal yang akhirnya bisa dia atasi sendiri. Terlebih dengan adanya figur Sang Ibu yang sanguinis. Sosoknya yang tak begitu konsen dengan posisi handuk setelah mandi atau gunting kuku di laci paling atas lemari buku, cukup membantu kami untuk menoleransi idealisme kami untuk hal-hal yang tidak prinsipil.

Karena berat loh jadi seorang melankolis. Berkaca pada pengalaman, bertahun-tahun saya mencoba menerima bahwa orang lain bisa saja memiliki persepsi berbeda terhadap sesuatu dan dunia tak seharusnya selalu seperti yang kita minta.

Perlahan, saya pun belajar untuk bisa berbesar hati menerima keadaan meski sebelumnya beberapa teman pernah juga menerima ceramah panjang tentang bagaimana seharusnya sesuatu ditempatkan atau diperlakukan. Pokoknya kacau, dah! Semoga mereka sudah memaafkan.

Nah, karena menjadi melankolis itu cukup berat, terlebih untuk seorang anak, sebagai orang tua, pemahaman kita terhadap anak kita yang memiliki tipe kepribadian melankolis sempurna mutlak diperlukan. Sekedar berbagi pengalaman, berikut tip saya agar kita bisa bersantai dengan Si Melankolis Sempurna.

1. Dengarkan Sepenuhnya
Seorang melankolis cenderung introvert atau tertutup. Dia bisa terbuka hanya untuk orang-orang yang dia percaya. Karenanya, ketika dia mulai bicara jangan kecewakan dia dengan tidak memberinya perhatian penuh. Tolong pahami, saat dia bicara, bisa jadi itu adalah hal yang maha penting baginya.

2. Jangan Dibantah
Membantah secara langsung terlebih kasar kepada seorang melankolis adalah kesalahan besar. Pribadi ini begitu halus dan perasa. Ketika kita melukainya, dia akan ingat selamanya meski mungkin saja dia sudah memaafkannya. Forgiven not forgotten! Ngeri-ngeri sedap, dah!

3. Berikan Opsi
Keinginan seorang melankolis mungkin saja sulit untuk diterima karena dia memiliki standar sendiri terhadap sesuatu. Jika kita tak bisa mengikutinya, berikan opsi atau pilihan yang paling mungkin bisa dia terima. Misal, saat anak kita ingin memakai jaket merah ke sekolah sedang jaket tersebut belum dicuci, jelaskan bahwa sweater biru juga berfungsi sama dan bisa menghangatkan badannya.

4. Biasakan berdiskusi
Menganalisa adalah salah satu aktivitas favorit para melankolis sempurna. Karenanya, pada setiap ada kesempatan membahas sesuatu, kita jangan hanya memberi mereka penjelasan. Berikan kesempatan mereka untuk memberi tanggapan atau mengutarakan pandangan. Hal ini berguna untuk memperbanyak pilihan mereka dalam mengambil kesimpulan sekaligus mengajarkan toleransi terhadap perbedaan kepada mereka.

5. Sentuh Hatinya
Seperti telah disinggung sebelumnya, melankolis sempurna adalah pribadi yang halus dan perasa. Ketika kita berbeda pandangan dengan anak kita yang mekankolis dan situasi hampir menemui jalan buntu, tatap matanya, panggil lembut indah namanya, dan dekaplah. Setelah itu, barulah kita mulai bicara.
Mereka tak akan marah sejadi-jadinya saat kecewa terhadap sesuatu. Marah mereka sekedar keinginan agar semua berjalan sebagaimana seharusnya dan mereka pikir itu untuk kebaikan semuanya. Sentuh saja hatinya, katakan kita paham apa inginnya, jelaskan solusi yang bisa kita berikan, atau beri mereka rasionalisasi jika memang tak bisa kita kabulkan.

Ok, sementara itu saja yang bisa saya bagikan. Melankolis sempurna bukanlah pribadi yang membosankan. Dia bisa sangat antusias dan semeriah sanguinis ceria. Yang kita perlu hanyalah meningkatkan sensitivitas kita untuk memahami mereka.

Jika sudah, kita akan menemukan sosok indah dan membanggakan dari diri para melankolis sempurna, inshaallah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Hirup Tong Kagok Ngan Tong Ngagokan!" Masih Mencoba Menyelami Colotehan Ustad Evie Effendi

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya