"Jangan Menunggu Bahagia Untuk Berkumpul," Lagi, Mencoba Menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi
Gambar: youtube.com |
Ceramah Ustad Evie Effendi memang tak
melulu mengulas ayat dan hadis, beliau cukup pandai mengemas konten ceramah
dengan bahasa ringan keseharian dan hal-hal yang kekinian. Tiap da'i memiliki plus dan minus yang kemudian menjadi ciri khasnya
masing-masing. Dengan ciri khasnya, ustad evie pun memiliki audience sendiri
yang didominasi dari kaum muda.
Bisa jadi, hal yang paling membekas dari
ceramah ustad evie lebih banyak berupa celotehan-celotehannya yang menggekitik.
Namun, jika direnungi, ada makna mendalam yang bisa kita ambil dari celotehan-celotehan
tersebut. Dan saya yakin, hal itu akan lebih mudah mengena bagi kebanyakan
orang daripada uraian dalil yang terkesan berat untuk didengar.
Dari sekian celotehan ustad evie, pada tulisan kali ini saya akan
mencoba membahas celotehan beliau tentang kebahagiaan dalam kebersamaan.
Celotehannya sendiri berbunyi, "Jangan menunggu bahagia untuk berkumpul.
Berkumpullah dan kau akan bahagia."
Bloggers sekalian yang semoga dirahmati Allah, jangan salah,
celotehan ini tak sama dengan peribahasa "Makan nggak makan asal
kumpul." Filosofi kuno yang juga menyoal soal indahnya kebersamaan
tersebut, kadang disalah tafsir menjadi tak perlunya kita pergi jauh dari
keluarga guna mencari penghidupan yang lebih baik dengan konsekuensi gagal atau
sengsara di kampung orang. Saya sedikit menyesalkan persepsi tersebut. Dengan
persepsi itu, banyak orang menjadi tak mandiri dan sangat bergantung pada
keluarga.
Sedangkan untuk celotehan ustad evie sendiri, secara kontekstual,
lebih ke soal jangannya kita menunda kesempatan untuk berkumpul (silaturahmi)
dengan alasan kondisi yang belum leluasa untuk itu. Kenapa jangan ditunda? Karena
tak ada jaminan kita masih bisa berkumpul saat kondisi leluasa itu telah
tercipta.
Sejenak mengenang, pada hari minggu sekira dua tahun yang lalu, saya
mendapatkan telefon dari bibi saya yang sedang sakit. Bertanya beliau kenapa saya
tak mengunjunginya di hari itu. Saya pun meminta maaf dan mengucap alasan
sedang banyak agenda. Percakapan ditutup dengan janji saya akan mengunjunginya minggu
depan.
Saya pun penuhi janji tersebut dengan mengunjungi kuburan beliau di
hari minggu berikutnya karena pada hari senin atau sehari setelah beliau
menelfon, Allah SWT telah lebih dulu Memanggilnya.
Terbayang bagaimana saya menyesalnya kala itu, Bloggers. Jika saja saya
tahu itu adalah permintaan terakhir bibi, tentu saya akan tinggalkan segala
agenda di hari minggu tersebut.
Kembali ke pokok bahasan, jika penjelasan barusan terkait makna secara
kontekstualnya, celotehan ustad evie soal berkumpul secara umum bisa juga
dimaknai sebagai pengingat bagi kita untuk tidak menunda melakukan atau
mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Jangan menunda kesempatan ke dua untuk
bahagia karena tak ada jaminan kesempatan ke dua akan pernah ada.
"Ayamnya boleh dipotong, Bah?"
"Ntar, buat lebaran.
Pas lebaran tiba, ayamnya ada yang maling.
"Uangnya boleh dibeliin mainan, Mah?"
"Nanti aja pas Papahmu gajian. Uang itu buat jajan aja."
Ternyata, pas gajian uang papahnya habis dipotong cicilan.
Itulah Bloggers, tak ada kuasa kita terhadap apa yang akan terjadi
di masa datang. Karenanya,
selagi mungkin, jangan menunggu besok untuk meraih kebahagiaan kita.
Berbahagialah, dan Tuhan tak pernah kehabisan stok kebahagiaan untuk Diberikan-Nya
esok hari jika Beliau masih berkehendak Mengkaruniakannya kepada kita.
Wallahualam ....
Terakhir, Bloggers sekalian, tulisan ini bisa
jadi merupakan tulisan terakhir saya pada seri celotehan ringan Ustad Evie Effendi.
Karenanya, saya mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kata-kata keliru pada
rangkaian tulisan tersebut. Yang benarnya dari Allah SWT, sedang yang salah
murni karena kebodohan saya semata.
Billahi fii sabilil haq, Wassalamu'akaikum
warahmatullhi wabarakatuh!
Repost dari tulisan Andris Susanto di plukme
Repost dari tulisan Andris Susanto di plukme
Komentar
Posting Komentar