Vitamin D dan Kunjungan Jokowi ke Papua
Kunjungan Jokowi ke Papua. Sumber: bbc.com |
Kabar baik sekaligus buruk, akhirnya didapat dari hasil menjelajah google. Pemenuhan vitamin D itu tak perlu dengan berlama-lama memapar diri dibawah pancaran sinar UV. Apalagi sinar UV buat ngecek keaslian uang kertas. Sangat tidak dianjurkan! Cukup hitungan menit 2 sampai 3 kali seminggu saja. Dan itu artinya, tak akan menyita banyak waktu untuk bersih-bersih rumah dan masak, tak perlu juga berjemur sampe gosong tanpa pakaian lengkap.
Bukan hanya vitamin D, kegaduhan pun dijamin datang jika kaum perempuan bebas bejemur di jalan komplek depan rumahnya demi berburu vitamin D. Udah mah pot bunga, kasur kena ompol, jemuran daleman, berjejer di sana, lah ini yang punya rumah malah ikut-ikutan melintang di jalan. Woi! Itu jalan umum, woi! Bukan etalase!
Kabar baik lainnya yang bisa jadi kabar kurang baik pula, sumber vitamin D itu bukan sinar matahari pagi saja, yang hangatnya setia menyapa di indahnya kita memulai hari dengan gembira, unsur alam yang amat berharga tersebut dapat pula didapat dengan mengonsumsi ikan kod, salmon, tuna, mackarel, kuning telur, hati sapi, beberapa hasil olahan susu, dan jamur kancing. Ok, kan? Lalu, kenapa jadi kabar kurang baik?
Ya, tentu saja. Karena solusinya ternyata cukup mudah. Jika kita memilih sumber vitamin D selain dari sinar matahari yang tak bertarif, kita tinggal kasih istri kita jatah belanja lebih untuk bisa membeli bahan-bahan makanan yang mengandung vitamin D semusal yang saya sebut diatas. Mudah bukan? Cuma sayangnya... tak cukup murah, Gaes! Cuma paling nggk, tak perlulah kita ambil solusi konyol dengan mengurangi bahan pakaian demi pemenuhan vitamin D. Biarlah urusan tambahan uang belanja--beli makanan ekstra bervit. D--menjadi motivasi Abang. Do'akan Abang ya, De! Hiks....
ss helosehat.com |
Intinya mah, sudahlah gaes! Kita ndak usah kasih porsi lebih buat opini yang tidak solutif or bahkan "tak sehat" untuk kita. Lebih baik fokus buat hal-hal yang lebih positif seperti mengapresiasi kunjungan Jokowi ke Papua. Hore!
Meski sebagian kita, mungkin, sangat berharap kunjungan presiden ke Papua dilakukan tak selang lama dari konflik yang terjadi di Wamena, bolehlah kita coba paham soal banyak hal yang perlu beliau selesaikan dan siapkan terkait masa berakhir dan bermula-nya roda pemerintahan yang beliau pimpin.
Kalo aku sih cukup seneng, ya, Papua, menjadi tujuan kunjungan pertama presiden pasca pelantikan dirinya. Tapi... pasti nunggu tapi!? Wkkk.... Kagak. Aku mah fair. Bagus, ya harus diapresiasi positif. Sowan buat orang timur itu menjadi budaya yang tak bisa disepelekan. Semoga saja dengan kunjungan beliau, konflik mereda dan kesenjangan di sana bisa berangsur bergerak ke arah pemerataan. Dan ternyata, semacam itu pula harapan salah satu tokoh di sana.
Seperti dikutip kompas.com, Theo Hasegem, seorang tokoh Papua, masih menyisa harapan, kedatangan Jokowi bisa menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Menurutnya, berbagai kunjungan Jokowi tak menyelesaikan satu pun permasalahan di Papua yang terkait dengan konflik dan pelanggaran HAM.
Beliau mencontohkan belum adanya penyelesaian kasus penembakan di Paniai dan konflik Wamena yang harus diusut penyebab awalnya yang disinyalir karena isu rasial terhadap mahasiswa papua. Btw, ini cuma retelling loh... bukan opini pribadi. Saya bukan orang papua, bukan pula pengkaji permasalahan papua.
Cuma, saya juga sepaham dengan Theo yang beranggapan kunjungan Jokowi sebagai Presiden jangan sampai hanya meninjau dan meresmikan proyek infrastruktur yang memang sudah menjadi kewajibannya pemerintah. Aspek lain yang tak berkenaan dengan pembangunan fisik pun harus menjadi perhatian serius beliau.
Jika Theo menitipkan masalah konflik dan HAM, saya sangat berharap pemerataan pendidikan menjadi prioritas Jokowi di tanah kaya mineral ini. Bahkan ingin saya, bukan hanya menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat, menteri perhubungan, dan menteri dalam negeri saja, yang ikut serta dalam kunjungan tersebut. Menteri Pendidikan harus ambil bagian dalam kunjungan ini demi memahami kebutuhan dalam pemenuhan pendidikan yang memadai di wilayah Papua.
Karena takutnya, dengan latar belakang kesuksesan Sang Menteri membangun perusahaan berbasis online, gimana jika, yang bersangkutan malah mengubah kurikulum, dari berbasis kompetensi menjadi berbasis online, dari ruang kelas menjadi ruang baju, eh, tanpa berpikir untuk mengejar pemerataan infrastruktur sekolah, fasilitas pendidikan, dan suplai guru "beneran" ke sana? Mau gimana, coba? Ko kira sa cuma mo diskon, eh?
Papi Badar, 281019
Sumber: halosehat.com, kompas.com
#vitamind #hijab #jokowi #papua #curatcoret
Komentar
Posting Komentar