Hadirkan Cinta dalam Bekerja
pixabay.com |
Mengenang sekian tahun lalu, sempat aku membaca sebuah postingan di web internal perusahaan tempat kerjaku kala itu. Sebuah tulisan yang mampu membuat aku bertahan menjalani rutinitas pekerjaan yang sungguh sudah tak aku punyai lagi hasrat untuk menjalaninya.
Tulisan sederhana itu kurang lebih seperti ini,
Jika Anda tidak mencintai pekerjaan Anda, cintailah rekan-rekan kerja Anda. Munculkan kerinduan untuk bertemu dan berinteraksi dengan mereka.
Jika rekan-rekan kerja Anda juga tidak bisa Anda cintai, cobalah cintai suasana dan tempat kerja Anda. Ketenangan, kenyamanan, gedung kantor, atau bahkan bunga hias yang terletak di pinggir kantor Anda. Cintailah, sehingga mampu memunculkan gairah Anda berangkat kerja dan melakukan segala tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Jika pekerjaan, rekan, suasana dan gedung kantor masih belum bisa Anda cintai, Cintailah perjalanan pergi dan pulang kerja Anda. Nikmati setiap pengalaman yang bisa Anda temukan di sana sehingga selalu ada alasan untuk tetap menjalani pekerjaan Anda.
***
Tulisan tadi seolah motivasi untuk bertahan selama solusi belum menampakan dirinya. Alhasil, setiap hendak berangkat kerja, aku selalu berpikir rolling-an jadwal hari itu akan menempatkanku duduk di samping karyawan lain yang menyenangkan dan bisa memberi jawaban atas tanya konsumen ngeyel atau pun yang membawa permasalahan dimana seorang Habibie pun tak bisa memberikan solusi dalam 10 menit. Kadang aku juga membayangkan banyak konsumen yang akan berterima kasih atas jalan keluar dari permasalahan sambungan atau penipuan yang dia alami. Pokoknya apalah, yang penting ada tambahan dorongan untuk berangkat kerja.
Kala itu aku memang bekerja di pusat pengaduan konsumen sebuah perusahaan telekomunikasi dengan konsumen yang Bhineka Tunggal Ika. Datang dengan beribu alasan berbeda namun tetap satu jua bawaannya, masalah yang minta dipecahkan atau sekadar iseng karena layanannya yang gratis. Selain itu, sistem shift untuk menutup layanan nonstop 24 jam dan pekerjaan yang monoton menjadi alasan kuat yang membuatku tak bisa mencintai pekerjaan tersebut.
Meski bergelut kebosanan tadi, dengan terus mencoba menghadirkan cinta untuk alasan apa pun, akhirnya aku bisa bertahan juga sampai pada saatnya ada juga kesempatan di tempat lain menyapaku.
Karena cinta harus selalu ada. Ya, itu! Itulah modal yang harus kita miliki saat ditakdir bertemu dengan situasi seburuk apa pun.
Titik jenuh adalah hal yang biasa menghinggapi para pekerja yang dalam rentang lama mesti menjalani tugas yang tak beda. Kondisi ini bisa diperparah dengan suasana kerja yang tidak kondusif. Tekanan pencapaian target, deadline, regulasi perusahaan yang mengekang, sampai rekan kerja yang tidak bersahabat.
Situasi seperti itu jelas bukan hal yang layak untuk dipertahankan. Namun, seperti buah simalakama ketika nyatanya kita tidak bisa melangkahkan kaki keluar dari kumparan kekacauan tersebut. Hanya galau yang tercipta di saat badai tersebut terus melanda dan kita berada pada posisi belum melihat sepetak bumi baru yang aman untuk kita tuju. Butuh keberanian yang besar, jika bukan sebuah kenekatan, untuk pergi dan menjauh sementara kita belum tahu tempat tujuan selanjutnya yang hendak kita tuju.
Bertahan, jika memang itu memungkinkan. Bukan hal yang keliru di saat kita mempersiapkan terlebih dahulu rumah yang hendak kita pindahi; dan selama proses tersebut, tunjuklah satu hal untuk dicintai dari tempat kerja kita saat ini.
Bukankah di sana kamu masih memiliki banyak teman yang begitu peduli, rekan yang saling menghargai, jika mungkin pimpinan sedikit sulit dimengerti?
Bukankah tempatmu kerja adalah ruang yang begitu nyaman, terletak di dalam gedung yang begitu gagah dan indah dengan berbagai ornamennya?
Bukankah dengan pekerjaan yang kamu jalani saat ini kamu bisa dipertemukan banyak tipe orang yang berbeda, unik, sehingga banyak pelajaran yang bisa didapatkan dari berinteraksi dengan mereka?
Bagaimana? Masih tidak ditemukan alasan untuk bertahan?
Akhirnya, ketika kondisi seperti itu tapi kita tetap harus bertahan, maka kembalikan kepada alasan akhir kenapa kita tetap harus ada di sana. Keluarga.
Tidakkah di sana ada orang tua yang selalu bangga dengan pencapaian kita? Ada istri yang menaruh sejuta harapan dari kepulangan kita bekerja? Atau, lihatlah! Di sana ada anak-anak kita yang lucu, menggemaskan, dan bergantung masa depannya di hasil kerja kita. Merekalah cinta terbesar yang harus selalu ada di setiap langkah kaki kita. Merekalah alasan paling rasional dari segala usaha kita di saat perusahaan dan segudang perangkatnya menampakan muka yang tak lagi enak untuk ditatap.
Tetaplah semangat, teruslah berdo’a dan berusaha untuk terbukanya jalan lain yang jauh lebih baik!
Sekadar berbagi bagi para mujahid yang harus berangkat esok pagi!
Papi Badar, 24102019
Komentar
Posting Komentar