"Sésélékét Siga Tumila," Mengenang Tumila, Pengisap Darah yang Hampir Punah
Tumbila, ekor9.com |
"Badar, tong sésélékét siga tumila!" kata istriku setengah berteriak menyuruh Badar menyingkir dari pinggir Adhia, adiknya, yang sedang tiduran di kasur.
Aku hanya bengong disamping penasaran menunggu penjelasan selanjutnya tentang ungkapan, "sésélékét siga tumila", istriku tadi.
"Itu loh, Yang. Ada ibu-ibu naik motor nyempil di antara bus kepergok sama cctv dishub. Terus dikomenin, "Ibu jangan sésélékét karena ibu bukan tumila!" haha..." istriku menjelaskan sambil kembali tertawa.
"Oh..." responku jaim sambil menahan tawa dalam hati. Wkkk ....
Gaees, tahu tumila atau tumbila? Nggak?
Syukurlah kalo nggak, berarti hampir bisa dikatakan bahwa kamu-kamu tidak mengalami masa kegelapan seperti jaman dark middle age-nya eropa sebelum renneisance tiba.
Alkisah, dahulu kala, saat kasur kapuk masih mendominasi pasar, tumbila adalah hewan sejenis kutu yang kreatif memilih kasur dan kelengkapannya sebagai habitat untuk hidup. Mereka biasanya tinggal menyempil dalam hangatnya setiap lipat jahitan yang menutup kapuk agar tidak keluar budal-badel dari kain kasur.
Mereka dengan sehat tumbuh berkembang beranak pinak dengan sesekali berkelana mencari mangsa yang berjuta lebih besar dari dirinya. Mangsa itu adalah manusia yang terlelap di atas kasur yang merupakan rumah mereka sekaligus singgasana lelap Sang Manusia. Apes banget, kan?
Horornya, yang diambil dari mangsa oleh makhluk bernama tumbila itu adalah darah. Karenanya, tak heran jika makhluk kecil ini dijuluki sebagai makhluk pengisap darah. Jadi, bukan hanya vampir atau drakula, tumbila juga merupakan penghisap darah yang melegenda. Sayang, sekarang Sang Legenda tersebut diambang punah dan hanya menyisa romansa mempesona sekaligus konyol dan menyiksa sebagai cerita.
Ya, seiring jaman yang menggeser kejayaan kasur kapuk oleh praktisnya kasur busa atau pegas, tumbila kehilangan habitat asli yang sesuai dengan kebiasaan dia menyempil (sésélékét). Faktor lain yang disinyalir mendorong kepunahannya adalah telah banyaknya pestisida yang ampuh membasmi hewan mungil ini.
Tapi, bukan tumbila yang melegenda jika tak mampu menoreh catatan kegemilangannya di masa lampau untuk terus dikenang di masa kini. Terbukti, sisa kejayaannya masih saja melekat untuk disanding pada perilaku manusia yang nyeleneh sekarang ini. Ya, seperti si ibu-ibu yang nyempil di bis tadi. Ibu-ibu tersebut sukses menyabet gelar tumbila dengan mengadaptasi filosofis tumbila yang suka mencari celah sempit demi meluluskan hajat pribadinya. Keprok, anak-anak! Meski tentu saja, ini bukan hal positif untuk ditiru dan jangan sekali-kali ditiru karena sangat membahayakan!
Lepas dari perilaku sésélékét meniru tumbila yang diadaptasi dengan apik oleh Si Ibu pengendara motor tadi, mirroring tumbila ternyata banyak juga ditiru orang pada banyak situasi lain di keseharian kita loh, Gaees! Sayangnya, tetap saja peniruan sésélékét-nya tumbila biasanya cenderung pada hal-hal negatif.
Tak sabaran, ingin untung sendiri, dan cari aman, biasanya merupakan alasan orang untuk sésélékét, kasak-kusuk ke celah sempit, meski ruang besar tersedia untuk dia bisa mengaktualisasikan diri. Misalnya, mereka yang gemar seseleket lebih memilih menyodok antrian untuk muncul dari ketek Bos Besar atau numpang nama di proyek kita dengan modal cuap-cuap semata--ogah ikut kerja. Menjengkelkan, bukan?
Tak pede dan tak yakin bisa, kadang juga menjadi alibi lain dari perilaku tersebut. Padahal, untuk dua alasan terakhir, hal itu bisa dipelajari dengan mengasah diri jika ada kemauan kita untuk berkembang dan lepas dari kungkungan perasaan yang belum tentu benar saat hal tersebut dipaksakan untuk dihindar.
Jadi, saran saya janganlah sésélékét siga tumila, malu! Tumbila Si Penghisap darah saja sudah hampir punah, masa kamu masih melestarikan sikapnya?
Papi Badar,
Bandung 07092018.
Repost from plukme.
Komentar
Posting Komentar