Selamat Berlibur!

Jelang liburan panjang, Pa Johan, tetanggaku berniat menghabiskan waktu bersuka cita di Pangandaran. Bersiaplah beliau dengan segala pernak-pernik piknik yang siap diangkutnya bersama keluarga.

Semua tetangga ikut bahagia dengan raut ceria beliau yang hendak merayakan liburan indahnya. Begitu pun diriku. Sebagai tetangga yang setia menemani beliau minum kopi dan main catur sudah semestinya kebahagiaan beliau menjadi bagian dari kebahagiaanku juga.
Tadi malam, sesaat sebelum berangkat, warga komplek pun banyak yang mengucapkan, "Selamat berlibur!" Sebagai do'a pengiring dan tanda turut bahagianya mereka atas keberangkatan Pak Johan ke Pangandaran. Kecuali aku.

Tentu saja ini menjadi perbincangan dan pertanyaan banyak orang. Bagaimana bisa, aku yang dikenal sebagai tetangga dekat Pa Johan sampai tidak memberinya ucapan selamat. Norak, iri, dengki, benci, sampai intoleran, sontak tertumpah di mukaku.

Ditengah tuduhan tadi, pembelaan seolah tak perlu. Penjelasan hanya terdengar seperti alibi dari benci yang sengaja kutanam di hati. Karenanya, retorika hanya buang waktu dan aku tak perlu berkata-kata tentang alasan tak memberi selamat untuk menjawab tuduhan tadi. Lagian, antara tidak mengucapkan selamat dengan sikap norak, iri, dengki, benci, dan intoleran, sama sekali tak ada hubungannya.

Sederhana saja, alasanku tak mengucap selamat kepada Pa Johan. Pulang dari Jatinangor tadi malam, kutahu, akses ke pangandaran macet total mulai dari Jalan Percobaan Cileunyi, Rancaekek, Cicalengka, sampai Nagreg.  Entah bagaimana keadaan di Ciawi, Gentong, dan Banjar. Tapi dengan kondisi dari sejak keluar Bandung yang macet, bisa jadi kelanjutannya semakin parah.

Mendapat pengetahuan tersebut, bukankah keliru jika aku tetap menyelamati dan ikut bahagia dengan agenda Pa Johan. Konyol, kalau hanya untuk mencari muka, aku selamati Pa Johan yang akan menderita karena terjebak kemacetan sampai akhirnya menghabiskan waktu liburan di dalam mobil.

Informasi awal sempat aku sampaikan kepada Pa Johan. Namun, mengulang argumentasi apalagi melarang, jelas, terkesan sebagai usahaku mengekang hak beliau untuk berlibur.

Ya sudah, agendaku adalah agendaku, acaramu adalah acaramu. Yang pasti, aku akan tetap menjadi tetangga baikmu dalam segala urusan lain sebagai jawaban dari sangkaan aku norak, iri, dengki, benci, dan intoleran.

*kisah ini hanya fiktif semata dan terlalu jika ada kesamaan tokoh atau peristiwa.

Selamat berlibur bagi semua yang merayakan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti