Mimbar Akademik PR 14092006_Selamat Datang Mahasiswa Baru 2006



Selamat Datang Mahasiswa Baru 2006!
Oleh : Andris Susanto

“SPMB adalah ritual tiap tahun yang melahirkan ribuan mahasiswa terseleksi. Namun, dapatkah SPMB menelurkan mahasiswa yang benar-benar memiliki kemampuan sesuai dengan jurusan yang dimasukinya?”

Di awal agustus ini, tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2006, beribu peserta Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) mengakhiri penantiannya selama kurang lebih satu bulan untuk mengetahui bagaimana nasib mereka pasca menyelesaikan studi di bangku SMU.
Sebagian dari mereka bersuka cita dengan tercantumnya nama mereka di pengumuman kelulusan. Sebagian lagi harus menghela nafas panjang seraya berusaha tabah menerima kenyataan yang kurang mereka harapkan, bahkan ada yang bingung karena lulus di jurusan yang kurang diharapkan.
Tentu bukan satu hal yang bijak jika kita hanya berkutat dan terjebak di masalah lulus atau tidaknya SPMB. Bagi siapapun itu, baik yang gembira, kecewa ataupun yang masih bingung, semuanya telah melakukan pijakan. Masalahnya bukan lagi dimana langkah itu dipijakan, melainkan akan dilanjutkan kemana pijakan yang telah diletakkan.
SPMB, memang masih menjadi jalan terbaik bagi lulusan SMU untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Bagaimana tidak, SPMB-lah satu-satunya jalur yang sekarang masih memiliki “TEMPO”. Terjamin, efektif, murah, prestise, dan objektif.
Terjamin, bagaimanapun orang yang lulus SPMB adalah orang yang berhasil mengerjakan sejumlah soal yang bobotnya sebanding dengan harga masuk jurusan yang dia pilih. Efektif, SPMB hanya terdiri dari satu rangkaian tes yang dibagi dalam dua hari pelaksanaan. Bandingkan dengan seleksi masuk Akmil atau STPDN. Murah, kalaupun beberapa PTN telah diprivatisasikan, beruntung yang masuk lewat SPMB tidak mendapat dampak yang terlalu besar dalam hal pembiayaan. Paling tidak dalam hal SPP. Prestise, harus diakui, lulus SPMB merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang yang bersangkutan. Objektif, sampai saat ini saya yakin SPMB adalah jalur yang relatif paling bersih yang tidak terkotori kecurangan-kecurangan dalam penentuan kelulusan. Amin. Itulah sejumlah kelebihan-kelebihan SPMB yang masih dapat dilestarikan sampai saat ini.
Terlepas dari nilai-nilai plus di atas, sebenarnya ada satu hal yang perlu dipikirkan dan dievaluasi dari sistem penerimaan mahasiswa tersebut. Persoalannya adalah tentang sejauh mana SPMB dapat menjamin bahwa mahasiswa jebolan SPMB dapat berkuliah di jurusan yang sesuai dengan potensi dirinya.
Hal ini disebabkan, kandungan tes SPMB masih berupa unsur-unsur yang sifatnya umum atau tidak spesifik. Jadi untuk masuk jurusan apapun, seseorang hanya diseleksi oleh satu model tes yang sama. Karenanya, mungkin saja seseorang yang lulus di jurusan Bahasa Inggris, misalkan, bukanlah orang yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi. Dia lulus hanya karena berhasil mengerjakan sejumlah soal yang bobotnya cukup untuk masuk ke jurusan tersebut.
Model ini tak beda dengan tes IQ yang diciptakan oleh Alfred Binet pada tahun 1900. Dimana tes tersebut hanya mengukur kecerdasan manusia dalam bidang Logika-Matematika dan Linguistik saja. Ini jelas tidak dapat mewakili kemampuan manusia secara keseluruhan.
Akan berbeda ceritanya jika kita memakai tes dengan model yang lebih komplit. Ambilah contoh model dengan menggunakan teori Multiple Intelegentces (MI)  atau kecerdasan majemuk. Teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner ini membagi kecerdasan menjadi tujuh cabang. Logika-Matematika, linguistik, musik, gerak badan, intra personal, antar personal, dan kecerdasan ruang. Jelas hal ini lebih mampu mewakili potensi manusia yang berbeda-beda.
Berkaca pada kenyataan di atas, perlu dipikirkan solusi cerdas untuk mengatasi kekurangan tes SPMB yang ada sekarang ini. Paling tidak, ada dua solusi yang dapat diterapkan untuk masalah tersebut. Solusi bisa saja berupa tes lanjutan bagi peserta atau bahkan pembaharuan materi tes disesuaikan dengan kebutuhan jurusan yang akan menampung lulusan SPMB tersebut. Namun sekarang, ternyata solusi juga diperlukan bagi mereka yang terlanjur lulus dari tes SPMB.
Lulus SPMB adalah sebuah prestasi yang besar. Namun, jika asumsi di atas benar-benar terjadi, dalam artian, ada mahasiswa yang masuk jurusan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Solusi bagi mereka harus disiapkan.
Untuk kasus di atas, organisasi bisa dijadikan solusi. Kalaupun mungkin terkesan subjektif, namun, jika digeluti secara serius, organisasi bisa dijadikan tempat yang cocok untuk mengembangkan potensi diri. Dalam organisasi, terdapat banyak lahan yang bisa digarap sesuai dengan potensi yang kita miliki. Penyelenggaraan berbagai kegiatan semacam seminar, apresiasi seni dan sastra, pekan olahraga, atau kegiatan keagamaan sekalipun, dapat mengasah berbagai kemampuan yang sesuai dengan potensi yang ada pada diri kita.
Namun tentu saja, organisasi bukanlah solusi fomal yang dapat dijadikan pegangan setelah kita mengakhiri masa studi. Organisasi bukanlah institusi yang berhak mengeluarkan sertifikat atau ijasah kemampuan.
Oleh karena itu, solusi utama dari masalah di atas adalah peninjauan model tes SPMB. Tes tersebut harus berhasil menemukan potensi asli peserta SPMB.
Terlepas dari wacana di atas, “selamat datang” adalah kata yang cocok bagi para calon mahasiswa yang telah berjuang dan berhasil lolos dari seleksi penerimaan. Semoga di bangku kuliah, rekan-rekan bisa menemukan dan mengoptimalkan potensi diri rekan-rekan. Selamat berjuang!

Penulis adalah peserta SPMB tahun 2001 dan 2002, berkuliah di Program Pendidikan Bahasa Jerman FPBS UPI

(Teks asli dari artikel yang dimuat di Rubrik Mimbar Akademik Harian Pikiran Rakyat edisi kamis 14 September 2006)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti