Cerita Sebelum Tidur, "No Picture Hoax!" dan Hilangnya Rasa Kemanusiaan Kita

Ilustrasi groupie, dokumen pribadi

Dari judul saja sudah ketebak ya, isi tulisannya apa. Yup! Selfie, groupie, memotret makanan dengan dalih food photography, ataupun foto kecelakaan dan duka, dalam beberapa konteks ternyata bisa mengundang masalah.

Melanggar hukum? Tentu saja tidak. Disebut mengganggu secara langsung pun sangat sulit membuat pembuktiannya. Bisa disebut masalah pin hanya jika kita paham soal etika dan mencoba hidup dengan menggunakan rasa. Dalam sebuah kondisi yang tidak pas, selfie, groupie, dan foto makanan, bisa mencederai perasaan hingga bisa disebut sebagai indikasi terkikisnya rasa kemanusiaan kita. Lebay? Mmmh .... Nggak, deh!

Beberapa pekan lalu, kita tentu sempat mendengar ada korban jiwa dimangsa binatang buas berjenis buaya. Saat saya tonton video youtube perihal berita tersebut, saya malah gagal fokus demi mendengar seorang ibu-ibu yang meminta mayat korban, yang dalam kondisi mengenaskan, jangan ditutup dulu karena hendak mengambil potretnya. Dari komentar video, ternyata bukan hanya saya yang risih dengan kelakuan ibu tersebut.

Luar biasa, bukan!? Di tengah situasi seperti itu dan kondisi korban yang sangat, sangat, mengenaskan, masih ada orang yang tega mengambil potret demi kepentingan yang sama sekali tidak jelas. Polisi bukan, petugas medis juga bukan.

Di lain waktu, pernah viral juga foto petugas medis yang berfose dengan mayat. Kalo foto korban kecelakaan sih sudah terlalu lumrah lah, ya. Liat orang celaka bukan bergegas nolongin, malah kamera hp yang langsung kita bikin on. Semua dilupakan demi postingan yang lengkap dan menghindari komentar "No pictures hoax!".

Setelah viral, alasan yang diusung para pemotret setelah hasil jepretannya mendapat respon ramai dari netizen biasanya tak lebih dari sekedar membagi info siapa tahu ada yang kenal, masih keluarga, atau pelajaran buat kita jaga-jaga. Tentu saja tak akan ada yang ngaku bahwa itu semua dilakukan demi mendongkrak view, like, dan komen.

Atas dasar alasan apapun, tetep saja kurang ajar menurut saya. Jika pun ada niat baik di sana, tak cukupkah dengan hanya menginfokan deskripsi kejadian dengan kata-kata? Tak usahlah terhambat kata malas jika memang niat baik itu sudah ada di hati kamu. Jikapun tetap harus menyertakan foto, sertakan saja foto tempat kejadian atau bagian peristiwa yang tak memperlihatkan kenahasan suasana. Itu lebih bijak.

Kenapa? Tanpa harus dijelaskan, hati kita pasti mengakui bahwa ada yang tak tepat untuk kita memosting peristiwa buruk dengan menampilkan korban atau hal-hal yang berkenaan dengan korban. Pun demikian jika harus dijabarkan, hal tersebut hanya akan menambah kesedihan orang-orang dekat korban. Lagian, nggak penting juga untuk mewartakan soal kamu yang ada di tempat kejadian. Nolong kagak, foto aja diduluin! Jikapun selanjutnya postinganmu direspon positif, cemooh adalah hal lain yang paling mungkin kamu dapat dari perilaku tersebut.

So, mulai sekarang, mari kita coba lebih mempertajam rasa empati dan etika kemanusiaan kita dalam merespon statement "No pictures hoax!"

Papi Badar
Bandung, 04022019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Hirup Tong Kagok Ngan Tong Ngagokan!" Masih Mencoba Menyelami Colotehan Ustad Evie Effendi

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya