Alasan Kenapa Tanah Kavling Lebih Mahal dari Tanah Lahan


Ilustrasi tanah kosong. (dok. pribadi)


Di masa awal-awal menjalani tugas sebagai penilai properti, saya pernah terkejut mendapati sebuah perbedaan mencolok antara harga jual tanah kavling dan nilai tagihannya pada lembar PBB. Oleh pengembang, kavling tersebut dijual dengan harga 1,5 juta rupiah / meter persegi sedang pada lembar tagihan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) hanya bernilai 30 ribu rupiah / meter persegi.

Jomplang gila, kan! Pengembang yang serakah, apa pemerintah yang tak paham nilai pasar setempat?

Jika kita tak paham duduk persoalannya, tentu, tanya seperti itu sangatlah wajar terlontar. Namun, meraba diri sebagai seorang yang tak paham, sebaiknya kita mencari rasionalisasi dari perbedaan harga tersebut alih-alih protes tanpa alasan ilmiah yang malah bisa bikin kita malu.

Berbagi sedikit pemahaman, di sini saya akan mencoba memaparkan alasan yang saya harap dapat menjadi rasionalisasi dari perbedaan harga di atas. Tapi sebelumnya, saya infokan, nilai yang ada di tagihan PBB biasanya berbeda dengan harga pasar tanah yang dimaksud. Kenapa? Pendeknya, angka yang tertera di PBB hanya untuk acuan besaran pajak bumi dan bangunan yang harus dibayarkan. Sedang harga pasar tanah, itu akan sangat dinamis dan tergantung pada rata-rata kesepakan harga yang dibuat oleh penjual dan pembeli di lokasi setempat--biasanya lebih tinggi.

Katakanlah tadi, nilai tanah PBB ada di angka 30 ribuan / meter persegi. Bisa jadi, harga pasar tanah yang berlaku di daerah tersebut ada di angka 100 - 200 ribu / meter perseginya. Tapi, tetap beda jauh dari 1,5 juta, kan?

Nah, karena yang jadi konsen kita adalah harga jual, maka yang akan kita telaah adalah perbedaan harga jual tanah kavling dan harga pasar tanah lahan. Bukan sama hitungan di tagihan PBB, ya! Buat PBB, biar pemerintah saja yang ngitungin. Mereka tentu punya pertimbangan sendiri.

So, kenapa harga satuan tanah kavling lebih mahal dari tanah lahan?

1. Sarana Penunjang

Pada tanah kavling, pengembang semestinya telah menyiapkan sarana guna kenyamanan setiap pemilik kavling. Mereka diharuskan menyediakan saluran drainase, tempat ibadah, dan ruang terbuka seperti taman dan sarana olahraga, atau paling tidak, setiap petak kavling telah memiliki akses jalan sendiri. Jelas itu semua menjadi poin lebih yang bisa mendobrak harga dengan sangat signifikan.

2. Pemanfaatan Lahan

Jangan kira penetapan harga tanah kavling yang relatif tinggi oleh pengembang semata mereka ingin meraup untung tanpa buntung, loh? Ada penyusutan luas tanah yang mesti mereka lakukan untuk membuat tanah-tanah kavling. Dari total luas awal, luas tanah efektif yang dijadikan kavling (bisa dijual) umumnya hanya 60%. Hal ini karena ada tanah yang harus disisihkan untuk fasum dan fasos. Angka 60% pun masih mungkin berkurang jika konsep pengembang bersifat ekslusif--misal jalan lebih lebar dan fasum lebih banyak-- pemanfaatan lahan bisa semakin kecil lagi. Mungkin hanya 50% atau bahkan 40% dari luas lahan awal.

Itungan di atas belum menyangkut kebijakan pemerintah terkait penggunaan lahan, ya. Fyi, saya pernah dapati KLB di Kawasan Bandung Utara (KBU) hanya diizinkan 12%, loh! Wajar, sih... itu kan daerah resapan. Pengembang aja yang salah lokasi!

3. Biaya Perizinan

Asal sesuai ketentuan, pengurusan izin itu gratis, loh! Pak Presiden saja bagi-bagi sertipikat, kan? Hidup tak selugu itu, Marimar!

Pengurusan izin untuk bisa mengubah sebuah lahan menjadi tanah kavling yang memiliki hak kepemilikan jelas dan izin bangunan yang sah itu tidak mudah dan murah. Terlebih jika ada beberapa kendala semisal kepemilikan awal terdiri dari beberapa pihak atau lokasi termasuk kawasan yang sulit izin pengembangan seperti KBU yang dicontohkan di sebelumnya.

4. Biaya Operasional Pengolahan dan Pemisahan Kavling

Poin ini sebenarnya bisa diabaikan. Pengembang bisa saja membiarkan lahan apa adanya dan  menancapkan patok penanda di setiap sudut batas tanah. Namun, demi penanda batas kavling dan pemberi kesan ekslusif, sekadar bentuk pondasi sepertinya bukanlah ide yang buruk.

Terus, apa ini adalah bentuk kemurahan pengembang terhadap customer-nya? Tentu tidak, semua biaya yang keluar dari pembersihan, perataan, dan pemisahan kavling sesuai legalitas masing-masing akan dibebankan kepada pembeli.

5. Biaya Promosi dan Fee Marketing

Tak terikat jaman, promosi dalam bisnis properti itu perlu. Bahkan dari dulu, profesi penghubung, agen, makelar, atau apalah itu, jika tak dikordinir dengan baik, bisa memunculkan masalah di kemudian hari. Karenanya, sangat wajar jika pengembang mengalokasikan dana untuk kepentingan promosi dan fee marketing. Otomatis, biaya yang dikeluarkan pun, secara kalkulasi, harus bisa ditutup dengan penjualan kavling yang hendak dipasarkan.

6. Keuntungan Pengembang

Setelah ke lima poin tadi, poin terakhir ini jelas tak bisa diabaikan. Atau malah, ini adalah poin utamanya. Lah iya, lah! Ngapain pengembang cape-cape ngolah lahan mentah untuk dibikin kavling kalau tak cari untung. Mereka bukan pekerja sosial, Gaes! Haha....

Keuntungan pengembang dalam bahasan perbedaan harga tanah kavling vs tanah lahan atau rumah baru vs rumah second sebenarnya nisbi, sih. Samar tapi nyata. Makanya, jika ngejar kenapa beda, fokus pada lima poin sebelumnya saja, ya. Karena itulah yang paling mungkin bisa kita kalkulasi dengan jelas.

Baiklah, itulah beberapa alasan yang saya harap bisa menjawab pertanyaan kenapa harga tanah kavling lebih mahal dari tanah lahan. Semoga bermanfaat!

Andris Susanto, Internal Appraiser
Bandung, 11012020

Komentar

  1. Baru paham saya, Kang.
    Untungnya ga pernah kecoplosan komplen, bisa malu-maluin nantinya. πŸ˜…

    Nuhun infona, Kang.

    BalasHapus
  2. hehe... iya. makasih udah mampir, Teh NiaπŸ˜ŠπŸ™

    BalasHapus
  3. "Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.
    minimal depo dan wd cuma 20 ribu
    dengan 1 userid sudah bisa bermain 9 games
    ayo mampir kemari ke Website Kami ya www.arenadomino.com

    Wa :+855964967353
    Line : arena_01
    WeChat : arenadomino
    Yahoo! : arenadomino"

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Hirup Tong Kagok Ngan Tong Ngagokan!" Masih Mencoba Menyelami Colotehan Ustad Evie Effendi

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya