Tentukan Sasaran dan Bidiklah!
Hmm.. ternyata tak semudah dikira. Pasang, tarik, bidik, dan lesatkan. Wuss... anak panah meluncur dan menancap tepat di tengah titik sasaran. Lalu tanpa ragu, jleb! Anak panah kedua menancap dengan membelah anak panah pertama. Semudah itulah bayangan memanah di benakku. Efek masa kecil keseringan nonton robin hood kayaknya. Kenyataannya, boro-boro tepat menancap di titik tengah, masih mengenai lingkaran terluar pun sudah uyuhan.
Alhasil, paling tidak, di era instagramable dan opa jaman now ini, aktivitas memanah bisa menjadi salah satu postingan keren dan kekinian. Ups.. tengok saja foto di atas, hasil jepretan dengan angle yang bagus akhirnya menjadi satu-satunya hal yang menghibur karena hasil bidikan tak satu pun tepat sasaran..haha
Kembali ke soal perlunya keahlian khusus dalam memanah, pantaslah di sejumlah hadis diterangkan betapa Nabi sangat mengutamakan kedudukan seorang pemanah dan aktivitas memanah. Di antara hadis tentang memanah, mungkin hadis berikut yang paling akrab di telinga kita, "Allimu auladakum al shibahah wa al rimayah," ajari anak-anakmu pandai berenang dan memanah.
Menurut pendapat ahli hadis, derajat hadis di atas justru lemah jika dinisbatkan ke Nabiullah Muhammad Saw dan lebih disepakati sebagai ujaran Umar bin Khatab. Pun demikian, sebagaimana disinggung sebelumnya, masih ada sejumlah hadis yang menerangkan pentingnya belajar memanah.
Ok, sudah ya! Saya belum siap untuk meneruskan kajian hadis di sini. Rekan-rekan bisa bertanya ke yang paham ilmu hadis untuk mendapat keterangan lebih jelas mengenai kedudukan dan makna yang terkandung dari hadis tentang memanah.
Meski begitu, (maaf saya masih mau nulis..hehe) dari obrolan ringan dengan ustad lokal yang kalaupun saya sebut namanya rekan-rekan pun belum tentu kenal, soal anjuran memanah terdapat dua penafsiran. Ada yang menafsirkan secara tekstual dalam artian memanah dalam arti sebenarnya, menggunakan busur dan anak panah. Lainnya, malah memaknai anjuran memanah secara kontekstual. Dimana memanah disandarkan pada maknanya secara konotasi dan kondisi kekinian. Untuk pendapat ke dua ini, memanah diartikan sebagai kekuatan untuk mengalahkan yang alatnya bisa berubah-rubah sesuai dengan relevansi teknologi dan musuh yang dihadapi.
Tanpa menyalahkan pendapat keduanya, memang agak sulit juga jika kita "keukeh" melawan SS, AK47, atau M16 dengan busur dan anak panah. Terus, ngapain dong sekarang banyak dibuka tempat panahan dan banyak orang tertarik mencicipi panahan baik itu berlatih memanah atau melirik sisi bisnisnya. Apa salah? Tentu tidak. Memanah tentu ada faedahnya. Apalagi pada hadis di atas memanah dipasangkan dengan berenang. Mantap, Bray!
Yang justru sedikit memalingkan kita, khususnya saya, dalam memilih memanah justru karena masih ada banyaknya pilihan olah raga lain yang lebih mudah untuk dilakukan dan tentu saja, lebih ramah dompet. eh..
Maaf ya, diakui atau tidak untuk saat ini memanah tergolong olah raga yang tidak murah. Bandingkan dengan futsal, bola basket, atau bulu tangkis yang sewa lapangnya bisa keroyokan (syukur-syukur dibayarin kantor). Jangan pula bercanda dengan membandingkannya dengan lari pagi atau jalan santai. Paket memanah yang biasanya plus berkuda itu rata-rata ada di kisaran tarif 300 ribuan. Tentu ini bukanlah pilihan yang pas untuk kita, 'lagi-lagi' khususnya saya. Takut ada yang protes dan bilang, "Kita? Situ aja, kali?"
Berangkat dari sana, pilihan saya jatuh bukan pada memanah melainkan membidik. Ya, dan itulah yang saya rasakan jauh lebih berat sampai saat ini. Sebagaimana memanah, setelah sasaran terlihat, konsentrasi penuh terhadap bidikan adalah kendala pertama yang disusul oleh konsistennya arah anak panah yang dilesatkan oleh kuatnya tarikan pegas dan eratnya busur penopang dipegang.
Yup.. sasaran bernama tujuan itu telah terlihat kalaupun sedikit samar dan kadang buram terhalang kabut. Sayang, bidikan sulit ajeg karena takut gagal dan malah tertarik saat melihat sasaran orang lain yang nampak menjanjikan atau malah tergoda dengan manisnya senyum penonton yang bernama kesenangan. Hasilnya, anak panah tak pernah melesat menuju tujuan, diam di tempat, dan berpura-pura nyaman dalam kondisi seadanya. Rek kitu wae!?
Solusi itu sebenarnya ada. Atur napas dan balik ke kutipan hadis di atas. Memanah dan berenang. Kenapa berenang? Bukankah lebih pas memanah dan menendang? Saat jauh, musuh dipanah, sudah dekat baru ditendang! Hehe.. keliatan asal ngomongnya, ya.
Berenang adalah olah raga yang memerlukan keberanian. Sebelum terjun ke air, harus menaklukan ketakutan kita akan tenggelam. Setelahnya, untuk terus berenang, kita butuh konsistensi. Ya, konsisten untuk terus bergerak agar tidak tenggelam dan bisa terus melaju sampai tujuan. Jangan salah ya, kalaupun bisa berenang, saat kita berhenti bergerak, tetap tenggelamlah kita. Badan akan terdorong oleh massa air yang balik memberikan tekanan gaya karena terdorong massa tubuh kita (Mungkin seperti itu penjelasannya. Kalau aku sih, yes. Yes pernah kelelep di karang setra dan malunya sama gede dengan rasa syukurku masih ada yang nyelametin :-)).
Jika harus disambungkan, untuk membidik dan melepaskan anak panah itu, perlu keberanian. Adapun untuk dapat mencapai sasaran yang dituju dibutuhkan konsistensi. Dua hal tersebut bisa kita tafakuri dari berenang. Jadi, beranikan diri membidik tujuan dan istiqomahlah dalam ikhtiar, itulah solusinya.
Wallahualam..
Sayangnya (maaf tulisannya masih ada), setelah caranya kita tahu dan solusi penangkal kendala kita temukan, masih juga ada hal yang kurang dan tertinggal. Dan hal itu tak lain adalah kemauan.
Astagfirullah.. laailaha illa anta subhanaka inni kuntum mina dzolimin. Inimah khususnya buat saya, takut ada yang keberatan dengan "kita". :-)
Komentar
Posting Komentar