Ngebet Diuji dengan Kesenangan

Tunas (dok.pribadi)

"Sejatinya, senang dan susah itu sama. Keduanya ujian, keduanya adalah kondisi yang bisa mengantarkan kita untuk mendapatkan keutamaan hidup. Senang dengan syukurnya; susah dengan sabarnya; maka hasilnya sama-sama kebaikan."

Apa yang Anda pikirkan dengan pernyataan tersebut? Rumit.

Jika bisa memilih, inginnya sih, diuji dengan kesenangan. Begitu seorang teman pernah katakan. Teman? Kita sendiri kali, ah?

Tentu, dengan segala tontonan yang disajikan Atta Gledek, Rapih Amat, Jaim Dong, dan teman-teman, dengan mudah kita membayangkan bahwa dengan hidup berlebih, lebih mudahlah kita untuk membuat konten. Ashiep, berbuat baik, maksudnya!

Terlebih dengan ungkapan seorang "ustad" kemarin-kemarin yang bilang bahwa orang miskin karena kurang ibadah; males banget, kan?

Fix, segala yang kita lihat dan dengar di jaman now ini mengantarkan pada kesimpulan, senang dan kaya adalah jalan ninja kita untuk mudah lulus ujian. Hehe....

Yakin? Ya, kenapa tidak?

Bukankah dengan melimpah harta kita bisa dengan mudah bersedekah? Dengan keleluasaan kita bisa ringan untuk menolong orang? Apalagi soal bersyukur, dengan kondisi yang segala ada dan bisa, pasti melapangkan dada kita, melancarkan lisan, dan memudahkan diri untuk bersujud syukur atas segala nikmat yang tercurah.

Seperti itulah keyakinan orang belum kaya. Wkkk....

Tak salah kita memiliki visi seperti di atas, hanya saja, jangan lupakan bahwa, ria, rakus, sombong, kikir, merendahkan orang lain, juga merupakan karib dari bergelimangnya harta dan besarnya kuasa.

Tidakkah kisah qorun dan sya'labah bisa dijadikan cerminan bagaimana harta mampu membinasakan seseorang dalam keburukan dan kekufuran?

Tapi saya sudah bosan sengsara! Sudah terlalu berpengalaman menjadi orang susah dan miskin!

Mengutip Ustad Adi Hidayat, “Lawan kaya adalah cukup, bukan miskin. Jadi, sebetulnya ketika Allah menciptakan kita, rizki kita cukup, tidak ada yang miskin. Yang menjadikan kita miskin adalah perasaan kita yang tak pernah cukup.” (bisa dicek di Q.S An Najm: 48)

Apa yang terurai di atas bisa jadi tak memuaskan perasaan teman-teman. Saya pribadi tak bisa menjustifikasi kondisi orang lain, apalagi memaksa orang untuk puas dengan keadaan yang dimilikinya. Harapan dan usaha untuk melangkah menuju keadaan yang lebih baik tentu menjadi sebuah keharusan; Namun, ketika apa yang diharapkan belum juga menjumpai kenyataan, mungkin do'a Nabi Sulaiman ini bisa kita jadikan cerminan.

"Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal shlaih yang Engkau ridhoi; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih". (QS. An-Naml: 19)

Dalam do'a di atas segala nikmat yang dianugerahkan kepada kita hendaklah menjadi jalan kita untuk dapat beramal sholeh sehingga mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Jadi, saat harapan-harapkan kita belum terwujudkan, berbaik sangkalah! Jika saat ini diberikan, khawatir harapan-harapan tersebut malah membuat kita jauh dari taat kepada-Nya.

Tetap semangat! Maa wadda'aka robbuka wamaa qolaa!

Papi Badar, 24 April 2021 / 12 Ramadhan 1442 H.

Baca juga:

-Nggelemi Kahanan Bag.1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi