Mahalnya Harga Teh
Menahan diri dan mencoba tersenyum melihat segala yang terjadi
di sekeliling bisa jadi adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Karena nyatanya,
hal-hal yang terjadi tersebut ada di luar standar normal yang bisa dan biasa
kita tanamkan di benak kita sejak kemarin dulu. Tetapi, bagi saya sendiri,
daripada keliru, ya.. mending diem dulu.
Seperti saat ini yang sebenarnya tak ada tema terkonsep untuk
saya tulis di sini. Tapi, kok kangen juga ya. Masa seminggu tak ada satu
tulisan pun tergores. Daripada tidak, ya sudah sekelebat pikiran tentang teh
yang muncul di otak ini saya coba saja tuang dalam sebuah tulisan. Terima kasih
jika berkenan.
Bismillah
Teh sebagai minuman khas sudah jauh hari dikenal. Uniknya,
kendati khas, harga nikmatnya air teh tergolong murah meriah. Usahlah dibanding
dengan harga sirup, limun, atau kopi. Dari dulu jenis minuman tersebut telah
memiliki kelasnya masing-masing.
Ah, bukannya ada teh hijau, teh hitam, teh putih, atau teh
himalaya yang harganya lumayan? Ya, memang benar. Tapi, jika dibuat klasifikasi
(kalaupun mungkin cuma di mari), harga air teh hanya satu strip di atas air
mineral. Setuju?
Apalagi jika kita mau menoleh ke belakang. Minimal di tahun 90an
saja. Hampir di tiap warung, kala itu teh disajikan gratis. Nah, inilah
menariknya.
Memang benar, teh tak masuk komoditas mahal. Dalam artian, jika
di tahun 90an harga sebungkus teh Rp. 50,- an, wajar jika sekarang harganya ada
di kisaran Rp. 1000,- an (Toh, harga gorengan juga sama). Paling tidak, dalam
acuan harga, teh masih terjangkau untuk dibeli oleh segala kalangan masyarakat
saat ini. Namun, hal sebaliknya justru berlaku jika kita menilik pada
kondisinya.
Inovasi air kemasan yang menawarkan kemudahan plus keuntungan,
atau yang sering Ari Ginanjar sebut sebagai contoh kreativitas, telah
mengalihkan kebiasaan para pemilik warung untuk menyediakan air teh tawar bagi
setiap konsumen yang membeli dagangannya kepada keberadaan air kemasan.
Hasilnya, harga teh tetap tapi cara mendapatkannya tak semudah
dahulu lagi.
Gambaran itulah yang terjadi dengan teh sebagai imbas lain dari
perkembangan zaman yang konon bertujuan untuk menyederhanakan masalah. Tak
perlu cape, tak butuh perlengkapan minum, dan dapat untung pula.
Bukankah ini hasil sempurna yang diharapkan dari kemajuan? Bisa
jadi iya.
Lantas, berkaca pada fenomena teh di atas, disadari atau tidak,
kemajuan zaman telah memberikan perbedaan besar pada banyak hal dalam
keseharian kita, termasuk cara kita dalam berinteraksi.
Berapa ongkos bertemu kawan lama, sanak - saudara, atau bahkan
orang tua pada masa sekarang ini. Bandingkan dengan dahulu.
Dengan semakin mudahnya sarana transportasi, banyaknya opsi
untuk dipilih, mungkin secara nominal, ongkos sekarang bisa lebih murah
dibandingkan dulu. Tapi lagi-lagi, kemajuan mengungkap fakta yang menarik.
Jika dahulu kita harus memaksakan datang untuk mengambil barang
atau bahkan sekedar bertanya kabar dan menawar rindu, kini kita bisa berbagi
tawa dengan banyak pilihan aplikasi dengan hanya berdiam diri.
Parahnya, segala kemudahan tersebut seolah menjadi pembenar
untuk kita tidak lagi mengutamakan kontak langsung sebagai cara berinteraksi
yang sempurna.
Toh bisa "say hai" lewat wa, ucapin selamat aja via
vidcall, atau "broadcast" saja undangannya lewat fb; semua seolah dan
memang selesai dengan cara baru yang begitu praktis ini. Model interaksi dengan
bertatap mata dan bahasa verbal seolah telah kuno dan dinilai ribet.
Dalam kondisi normal, kemungkinan salah paham, informasi yang
diterima tidaklah utuh, atau tak adanya kehangatan antar personal, sebagai
kekurangan dari interaksi berbasis aplikasi seolah telah termaafkan oleh
mudahannya cara interaksi baru tersebut.
Apakah salah? Tentu saja tidak. Namun, dengan segala kemudahan
ini, justru kita malah dilatih untuk menjadi pribadi yang malas, kurang menghargai
orang lain, dan membuat interaksi langsung menjadi lebih mahal dari seharusnya.
Hal
inilah yang serupa dengan harga teh tadi. Harganya relatif sama dalam nominal
tetapi lebih mahal dalam hal cara untuk mendapatkannya. Tragis!
Komentar
Posting Komentar