Buah Sebuah Ketulusan
Mas
Ano, begitu biasanya warga komplek memanggilnya. Beliau adalah orang pertama
yang saya kenal dekat. Maklum, selain menjabat Ketua RT, seringkali kami
mengobrol dan saling bercerita soal berbagai hal, termasuk lika-liku pengalaman
hidup.
Dari
sana lah sedikit banyak saya tahu kisah hidup Mas Ano yang asal blitar ini.
Dibesarkan di keluarga petani, dari ceritanya, beliau bukan tergolong orang
yang kekurangan. Untuk ukuran orang daerah keluarganya termasuk berkecukupan.
Kendati
demikian, Mas Ano muda telah dilatih untuk mandiri dan siap bekerja keras.
Karenanya, selepas lulus sekolah, beliau lebih memilih keluar daerah daripada
mencari aman mengurusi sawah dan sapi piaraan Sang Ayah.
Dari
sanalah petualangan Mas Ano dimulai. Berbekal niat mencari penghidupan sendiri,
berbagai profesi telah dia geluti. Mulai dari satpam, penyalur saos, sampai
kuli bangunan. Kebanyakan profesi tersebut dia lakoni di jakarta.
Masuk
dalam lingkaran hidup yang tanpa kejelasan, akhirnya, Allah SWT membuka jalan
hidup yang lebih pasti bagi Mas Ano. Luar biasanya, perubahan itu datang dengan
cara yang indah dan tanpa disangka.
Ceritanya
bermula saat beliau ikut mengerjakan proyek renovasi rumah dengan temannya di
kawasan bogor. Karena pengerjaan menghabiskan waktu berhari-hari, Mas Ano
dengan kuli lainnya tinggal di bedeng yang telah di sediakan dimana lokasinya
masih di dalam lingkup rumah Sang Majikan.
Majikannya
sendiri memiliki dua anak yang masih bersekolah. Yang pertama duduk di bangku
SMA dan adiknya masih SD. Pemenuhan kebutuhan dua anak ini di rumah
dipercayakan kepada seorang pembantu karena kedua orang tuanya harus bekerja.
Makan, pakaian, sampai PR sekolah semua dibawah bimbingan pembantu selama orang
tua mereka masih di kantor.
Suatu
sore, anak yang kecil nampak sibuk dengan PR matematika yang cukup sulit untuk
ukurannya. Sayangnya, Si Mbok juga buntu untuk turut membantu. Melihat hal
tersebut, karena sore itu Mas Ano sudah selesai dengan pekerjaannya, dengan
agak ragu, beliau menghampiri Sang Anak.
"Lagi
apa, Dek? Susah ya, PR-nya?" Tanya, Mas Ano.
Si Anak
hanya sekali menoleh dengan cueknya. Namun, karena dasarnya beliau suka
anak-anak, tanpa menyerah dia menawarkan bantuan.
"Sini
dibantu sama, Om." Ternyata Si Anak akhirnya nurut dan pekerjaan rumah tersebut
selesai dengan lancar.
Semua
telah kembali ke tempat masing-masing kala Sang Ibu tiba di rumah. Seperti
biasa, Sang Ibu bertanya soal berbagai hal yang dikerjakan Si Anak selama
seharian, termasuk mengecek PR anaknya. Dengan bangga Sang Anak menunjukan
pekerjaan rumahnya yang sudah selesai.
"Hebat
anak mama, nggak ada yang susah?" Tanya Sang Ibu.
“Banyaklah, Ma. Tapi tadi Ade dibantuin sama Om.”
“Om? Om yang mana?” Sang Ibu Bingung.
“Itu
loh, ma. Om yang kerja benerin rumah. Yang tinggi-tinggi orangnya.”
Penuturan
Sang Anak akhirnya sampai juga ke Sang Ayah. Tahulah Sang Ayah bahwa ada tukang bangunan yang
sudah membantu mengerjakan PR Sang Anak.
Selang beberapa hari, Mas Ano pun dipanggil Sang
Majikan. Awalnya, dia kaget. Kaget karena takut ada pekerjaannya yang salah dan
dia akan ditegur atau bahkan dipecat. Dengan was-was dia datang menghadap.
“Mas,
sekolah lulusan apa?” setelah sedikit basa-basi, Sang Majikan bertanya kepada
Mas Ano.
“SMA,
Pak.”
Jawabnya.
“Mmh...
Besok ikut ke kantor, ya.”
“Aduh..
ngapain, Pa?” Mas Ano bingung.
“Ikut
aja. Ada
kemeja, celana, sama sepatu?”
“Wah,
saya cuma bawa baju kuli, Pak.”
“Pake
saja punya saya.” Tutup Sang Majikan
Singkat
kata, datanglah Mas Ano ke Kantor Sang Majikan. Ternyata sebuah kantor BUMN dan
Sang Majikan adalah salah satu petinggi di sana. Dan tak disangka, Mas Ano
disuruh mengikuti tes seleksi masuk perusahaan tersebut. Walau
masih belum paham apa yang terjadi, Mas Ano jalani saja apa yang ada di
hadapannya. Dia mengerjakan tes dengan sungguh-sungguh. Sesekali dia berpikir,
kok bisa Sang Manjikan percaya menyuruhnya ikut tes tanpa memenuhi berkas
administrasi. Bagaimana kalau saya berbohong soal pendidikan, status, dan
administrasi lainnya. Sang
Majikan memang percaya penuh terhadap Mas Ano.
Tak lama dari tes tersebut, Sang
Manjikan memanggil lagi. “Mas, segera lengkapi persyaratan yang saya tulis ini
ya. Kamu lulus!”
“Lulus
apa, Pak” antara bahagia dan bingung Mas Ano bertanya.
“Tes
Kemarin. Kamu lulus, kalo semua lancar, kemungkinan penempatan Bandung.”
“Alhamdulillah,”
Mas Ano tak bisa membendung air mata harunya.
Apa
yang dicarinya ternyata datang tanpa disangka dengan jalan yang begitu manis. Semanis
sikap tulusnya membantu anak Sang Majikan mengerjakan pekerjaan rumahya.
Kini Mas
Ano sudah dikarunia tiga putri dan tinggal dalam kehidupan yang berkecukupan di
sebuah rumah yang terhalang dua rumah dari tempat tinggalku.
Masyaallah betapa semua sudah digariskan dalam rencana besar Allah SWT. Maka berbuatlah yang terbaik dan jagan putus asa akan karunia-Nya.
Bandung, 09.03.2016, Andris Susanto.
Komentar
Posting Komentar