Smile, It's Sunnah!
![]() |
Alhamdulillah... (dok.pribadi) |
Sungguh, Senyum itu Lebih Baik dari Cakueum
.
Petang itu mantan tetanggaku, Pa Dedi, datang bertamu. Kusebut mantan karena sebenarnya beliau tak lagi tinggal di komplek kami. Lewat satu dua kalimat, akhirnya diketahuilah bahwa kedatangannya untuk mendapatkan surat pengantar NA.
“Mau nikah lagi, Pak?” tanyaku sedikit bercanda tapi banyak
prasangka. Hahaha....
“Ah, Si Bapak mah! Buat anak saya,” jawabnya.
“Oh... alhamdulillah. Kapan, Pak?”
“Kamis lusa, Pak.”
Sejenak aku melirik ke arahnya dengan raut heran diujungi sedikit senyuman. Pak Dedi membalas dengan senyuman lebar yang menjadi cirinya. “Aneh...” pikirku tak habis pikir.
Bukan apa-apa, Baraya! Yang sudah-sudah biasanya mengurusi
administrasi nikah itu jauh-jauh hari sebelum hari H. Bahkan ada yang dari dua
atau tiga bulan sebelumnya sudah minta pengantar dari RT RW.
Lewat seonggok obrolan yang dipicu kekepoan si pengurus RT
ini, benang keriting itu perlahan mulai melurus, dan kejutan-kejutan lain pun
mulai bermunculan.
Ceritanya, Pak Dedi ini hendak menikahkan anak perempuannya
di dua hari ke depan karena pada hari ke tiganya dia hendak berangkat ke pakistan.
Wow! Apakah Pak Dedi ini grazy rich?
Tidak. Bahkan sangat jauh dari kategori itu. Dia sering
sekali travelling ke luar kota, pulau, atau bahkan luar negeri bersama
jamaahnya. Info aja itu mah, ya! Perlu di-bold, tak ada niat promo kelompok
tertentu di sini! Bodo amat, Pak Dedi mau masuk kelompok JT, IM, Salapi kek, atau
MU garis merah, sekalipun! Selama dia tak berbuat aneh-aneh di lingkungan, ya
fine-fine aja!
Kembali, yang lebih mengejutkan sekaligus membuatku takjub
adalah bagaimana proses dia mendapatkan calon mantunya.
Pak Dedi bukan orang berlimpah, keluarganya hidup dalam
klasifikasi yang relatif sangat sederhana. Harta miliknya yang paling saya tahu
adalah senyum dan raut muka yang selalu berseri seolah tak pernah dia sempat menggambarkan
kesusahan di wajahnya untuk dilihat orang lain.
So... aku heran dong, kala dia bilang ketemu calon jodoh
anaknya di saat umroh. Itu kan pake uang, bukan senyum doang.
“Kosasih, Pak! Ongkos dapet ngasih!” kembali celetuknya
masih dibarengi senyuman.
Lagi, Pak Dedi bukan pembimbing umroh, bukan juga ustad,
hanya kebaikan hati seseorang saja yang mengantarkannya ke tanah suci. Lebih keren
lagi, ya itu tadi. Ternyata perjalanan itu pun mampu mengantarkan jodoh untuk
anak ke duanya. “Pas umroh saya bareng keluarga calon mantu, Pak. Bapaknya bilang
cari jodoh buat anaknya. Lalu nanya, apa saya punya anak perempuan? Saya jawab
punya. Ketemuan, dan alhamdulillah cocok ternyata,” tutur Pak Dedi lagi.
“Masyaallah, Pak! Semoga dilancarkan dan berkah! Tutup saya.
Nah, kurang lebih begitulah kisah Pak Dedi. Jadi, untuk
kelancaran urusan Anda, segeralah mendaftar.... Wkkk, tidak! Ini bukan
postingan jualan.
Poin yang ingin kuhadirkan dari kisah Pak Dedi ini hanyalah,
bagaimana keberuntungan itu ternyata ada polanya.
Keberuntungan dan kesialan tak harus serta merta kita
benturkan dengan takdir yang tak bisa diusahakan untuk diraih atau dihindari.
Jika konsepnya untuk bertawakal, ok... aku setuju!
Namun, selain hal tersebut kembali ke masalah persepsi
seseorang dalam memandang hidup, ada kecenderungan karakter dan sikap manusia yang
bisa membuatnya menjadi orang yang senantiasa beruntung atau sebaliknya; kerap
dirundung kesialan.
Melalui penelitian bertahun-tahun, Ricard J Wiseman,
psikolog asal Inggris, akhirnya menyimpulkan bahwa keberuntungan akan
senantiasa mengikuti orang-orang dengan karakter dan perspektif tertentu. Untuk
lebih memahaminya, teman-teman bisa googling soal penelitian Ricard Wiseman ini.
Tapi kurang lebih, menurutnya, orang yang selalu beruntung
itu akan jeli melihat peluang, menjalani hidup dengan rileks, instuisi kuat, dan
tidak terburu-buru; dia senantiasa optimis, mampu menafakuri segala kejadian
baik maupun buruk, dan selalu bersyukur atas apa yang telah dia dapatkan.
Itu saja sapaku untuk teman-teman super pagi ini, selamat
berakhir pekan, semangat, dan semoga keberkahan dan piduiteun selalu bersama
kita semua!
Bandung, 12112022
Komentar
Posting Komentar