Everyone Has Their Own Clock
Suatu waktu seorang teman sempat mengirim video motivasi
kepada saya tentang setiap orang memiliki waktunya sendiri-sendiri dalam meraih
apa yang dia impikan. Everyone has their own clock, begitu kurang lebih judul
videonya.
Entah terkait apa kirimannya kala itu, saya lupa. Hanya saja,
pesan dari kiriman tersebut kini menjadi sangat relevan bagi saya. Terlebih, di
usia saya yang qadarullah sudah menginjak kepala empat ini. Life begins at forty!
Begitu teman saya yang lain kerap kali berseloroh.
Empat puluh tahun tanpa pencapaian yang mengagumkan? Mmh....
Sulit sekali untuk saya dapat menyangkal pertanyaan tersebut jika saja tak
takut terjerumus pada kekufuran atas segala Karunia Allah SWT yang tak pernah hentinya
Dia Curahkan. Sebagai seorang manusia yang selalu saja miliki pengharapan lebih,
sepertinya, hampir tidaklah mungkin untuk tak memiliki ketidakpuasan dalam
hidup.
Pun saya pribadi, menjelang usia 40, ceritanya, saya selalu
bercita-cita untuk bisa menerbitkan buku sendiri. Padahal bukan hal yang
terlalu wah, ya? Istri saya saja mungkin tertawa jika mengetahuinya. Hehe....
Tapi, ya itu tadi, setiap orang punya waktunya sendiri atau
bahkan, bisa jadi, punya bentuk pencapaian lain yang seharusnya lebih layak untuk
dikejarnya.
Contoh nyata, Karim Benzema—pemain real madrid asal Prancis—tahun
ini meraih Ballon d’Or atau penghargaan pesepakbola terbaik sejagat raya untuk
pertama kalinya di usia 34 tahun. Jelas, itu bukan usia emas untuk seorang
pesepak bola.
Bertahun-tahun sebelumnya, Benzema hanya bisa ikut berbahagia
dengan rekan satu klubnya, Ronaldo, yang sudah menyabet titel tersebut sampai
lima kali torehan. Ada yang salah? Tentu saja tidak, waktunya memang tahun ini,
dan semuanya sudah sampai pada tahap selayaknya.
Lantas, apakah ada pencapaian yang tak sampai pada tingkat
selayaknya? Untuk itu, saya hanya berani mengatakan bahwa, segala sesuatu pasti
ada konsekuensinya. Pencapaian tanpa kesiapan pasti akan menemui lubang keruntuhannya.
Dalam hidup, tentu, kita pun telah melihat banyak hal yang semestinya tidak
perlu terjadi jika memang semua telah berjalan atas azas kelayakannya.
Misal.... Bukankah ada pasangan selebritas yang dengan cepat mampu meraih bintang tapi tiba-tiba harus jatuh terbanting? Bagaimana dengan cerita miris melesatnya karir Sang Jenderal yang diikuti dengan cara drastis tentang kehancuran hidupnya juga?
Dua pemisalan di atas, menurut saya, menegaskan bahwa bukan
hal yang berlebihan jika kita lantas menyimpulkan, banyak pelajaran tentang
bagaimana sikap “tidak memaksakan diri”, bijaknya kita jadikan sebagai
pilihan.
Everyone has their own clock! Lulus kuliah di usia 30 bukanlah
masalah, berkarir di usia 35 tetaplah keren, menikah di umur sekitaran itu pun
bukan hal yang buruk! Tak perlu kita terpatok pada hitungan dan kelayakan yang berdasar
pada pandangan orang lain.
Konsistensi, kesabaran, dan kepahaman akan sebuah pilihan, semoga saja mampu memapah kepada apa yang kita impikan! Aamiin
.
Papi Badar
Bandung, 221022
Komentar
Posting Komentar