Saat Pemilu Menelan Setengah Ribu Lebih Korban

Petugas KPPS, Linmas, dan Pengawas, di TPS dekat rumah

Kaget, atau tepatnya, "reuwas ka rerehnakeun", jika mengingat pengalaman pribadi di pemilu kemarin. Gimana nggak? Sekiranya tahu pekerjaan sebagai KPPS tak kalah beresiko dari menjadi seorang pawang ular, tentu, saya tak akan sok-sok-an siap saat Pak RT memasukan nama saya menjadi anggota KPPS.
"Nih, gopek! Tolong cek mana ranjau darat yang masih aktif,  ya!" Jika melihat ratusan petugas yang kini berguguran, kedengarannya sama aja kayak gitu, kan?
.
Dilansir cnnindonesia.com (08/05/2019), data KPU menyebutkan, 456 petugas KPPS meninggal dunia dalam dan setelah terlibat dalam pemilu serentak bulan lalu. Jumlah ini belum termasuk anggota Panwaslu sebanyak 92 dan Polri 22 meninggal. Bukankah ini mengejutkan sekaligus menakutkan!?
.
Kok bisa? Ya, tentu saja bisa. Cuma kenapa?
.
Sebelumnya, faktor kelelahan menjadi alasan yang kerap diangkat KPU dalam berbagai kesempatan. Namun, asumsi ini justru banyak dibantah oleh kalangan profesional di bidang kesehatan seperti dr. Ani Hasibuan dan dr. Umar Zein yang menolak alasan kelelahan sebagai sebab kematian secara langsung. Terus kenapa dong? Keracunan? Apa lagi ini?
.
Asumsi anggota KPPS mungkin keracunan mulai mencuat setelah Fahri Hamzah mengungkap laporan hasil investigasi independen yang dilakukan oleh para dokter terhadap kasus kematian ratusan anggota KPPS. Sayangnya, asumsi ini begitu cepat berkembang dan ramai diucap ulang dengan polesan yang beragam. Hal ini tak lebih baik dari menutup sebab kematian dengan alasan kelelahan miliknya KPU, menurut saya.
.
Bagi saya yang sempat menjadi anggota KPPS bulan lalu, asumsi ini terlalu sulit untuk diterima. Kalaupun iya, katakanlah hasil investigasi para dokter yang dilaporkan kepada Fahri Hamzah, sebagai anggota dewan, memang menyatakan adanya indikasi keracunan, saya pastikan, hal itu bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisasi untuk semua kasus kematian anggota KPPS.
.
Alasannya: Pertama, anggota KPPS yang meninggal itu penyebaran lokasi kejadiannya random. Tidak ada yang terkumpul pada satu atau dua TPS saja.
Kedua, konsumsi petugas KPPS ditentukan oleh mereka sendiri. Untuk konsumsi, KPU memfasilitasi KPPS dengan sejumlah uang yang, saya pikir, cukup untuk membeli makanan yang lebih layak konsumsi daripada racun. Eh ....
Ketiga, motifnya apa? Jika diambil hitungan maksimal saja, dari 500 an anggota KPPS, hanya akan terkumpul 150.000 suara. Jumlah tersebut tentu tak akan memberikan kontribusi berarti dalam perolehan suara di pilpres, apalagi untuk DPR, DPRD, atau DPD. Mereka punya dapil masing-masing sedangkan para KPPS yang menjadi korban sendiri tidak terkumpul di dapil tertentu saja.
.
Singkatnya, dengan alasan-alasan di atas, sebab keracunan untuk kematian para anggota KPPS tidak bisa diterapkan secara umum sebagaimana kelelahan yang juga tidak bisa diangkat sebagai suspect utama kematian para anggota KPPS. Bukankah anggota KPPS lain yang sama-sama merasakan capek juga banyak yang baik-baik saja?
.
Btw, saya tidak sedang membela salah satu pihak, ya! Jangan salah! Saya cuma khawatir, gegara muncul isu keracunan, rekan-rekan malah ramai mengangkatnya tanpa pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang isu tersebut. Lebih repot lagi, juga disaji tanpa narasi yang baik. Dan itu tak baik bagi kesehatan rekan-rekan! Hehe ....
.
Masih nggak percaya saya tulus? Ckck .... Nggak asik kalo belum ada yang disalahin, ya? Haha. ...

Nunjuk ini atau itu salahnya siapa, tentu saja bukan ranahnya kita, ok!? Lagian, ngapain juga, ya? Hanya saja, merujuk pada apa yang saya lihat selama menjadi anggota KPPS, potensi kelalaian memang ada di pihak penyelenggara, dalam hal ini KPU.
.
Sebagai anggota KPPS, saya sendiri, tak pernah merasa diberikan penjelasan soal beban kerjanya seperti apa. Selain itu, usaha preventif guna meminialisir risiko kesehatan memburuk dari beban kerja tadi pun hampir bisa dikatakan nihil.

Di awal kita memang diminta untuk menyerahkan surat keterangan sehat. Apa mau dikata, surat yang dipersyaratkan bagi setiap anggota KPPS tersebut mayoritas hanya selembar kertas bertanda tangan dokter jaga dan stempel puskesmas; tanpa ada pemeriksaan, apalagi hasil cek lab menyeluruh. Secara umum, di masa rekrutmen, KPU seperti tak terlalu konsen untuk menyeleksi kondisi kesehatan para anggota KPPS.
.
Pun di saat pelaksanaan, tak ada fasilitas kesehatan apalagi tenaga ahli yang disediakan KPU untuk mengantisipasi kondisi-kondisi darurat para penyelenggara pemilu. Sepertinya, mereka pun tak pernah mengira akan banyak jatuh korban seperti sekarang ini.
.
Apa emang pekerjaan KPPS sangat berat sedang bayarannya tak seberapa?

Yup! Kerjaannya memang cukup melelahkan dan memusingkan. Namun, terlalu ekstrim juga jika sampai bisa mengakibatkan kematian. Sedikit berbagi, meski pekerjaan KPPPS cukup berat, kita masih mungkin menyiasatinya. Sebagai contoh, untuk surat undangan DPT yang harus diisi manual, KPPS kami dengan sadar menggunakan vendor untuk itu. Yang penting kan tanda terimanya, ya? Tak hanya itu, untuk pembuatan TPS dan bersih-bersih lokasi pun kami pakai pihak ke tiga. Hore!!! Ya, mau gimana lagi? Kesemua anggota KPPS di TPS kami orang pekerja! Ada biaya operasional, toh? Siasati saja dari sana!
.
Adapun soal bayaran yang banyak disinggung orang bernilai tak seberapa, hal itu sangat relatif. Untuk pekerjaan dua harian dengan honor 500 ribu sebelum dipotong pajak dan 550 ribu untuk ketua KPPS, saya pikir, cukuplah. Jumlah itu pun sudah di luar uang makan dan transport saat bimtek. Bersih. Kecuali jika paham dari awal resikonya tak ternilai uang, mungkin iya. Bukti shahih lain bahwa itu cukup, di kampung sebelah, banyak yang minat menjadi anggota KPPS, loh!

Dengan kata lain, soal beban kerja dan bayaran saya pikir cukup. Kecuali jika muncul beban lain semisal tekanan psikis yang luar biasa, itu lain cerita.
.
Menyambung ke masalah awal, jadi apa karena kelelahan atau keracunan?

Hal yang paling mungkin menurut saya adalah terpicunya penyakit bawaan akibat beban fisik dan psikis yang berat selama menjadi bagian dari KPPS. Kesimpulannya, kelelahan raga dan jiwa dimungkinkan hanya pemantik dari sakit yang awalnya memang sudah ada. Karenanya, benang merahnya terletak pada kurangnya antisipasi KPU untuk menyiapkan para anggota KPPS dengan kondisi fisik yang prima.

Selain itu, satu fakta lain yang perlu kita renungkan bersama dari kejadian ini adalah adanya penurunan kualitas kesehatan masyarakat kita secara umum. Bukankah dulu sakit jantung, stroke, diabet, itu identik dengan orang-orang di usia di atas 50 tahun? Sedang sekarang, di usia 30 -- 40 tahun pun sudah banyak orang mengidap penyakit-penyakit serupa di atas.
.

Solusinya apa?

Evaluasi pelaksanaan pemilu yang memusingkan macam kemarin mutlak harus dilakukan. Bukti bahwa resiko kerugian tak ternilai dalam bentuk nyawa manusia ada di pelaksanaan pemilu serentak, tak dapat dielakan lagi. Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan petugas pada saat seleksi dilakukan pun harus lebih diperhatikan agar kejadian tragis di pemilu 2019 ini tak perlu terulang lagi. Wallahualam ....


Komentar

  1. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya