Anda Ingin Kaya? Jangan Baca!

Bukan Tentang Multilevel Marketing

Bismillahirahmanirrahim

Pertama, melalui tulisan ini saya hendak berterima kasih kepada saudari saya yang telah dengan sabar sharing tentang bisnis jaringan yang tengah dijalankannya. Semoga semakin sukses dengan usahanya! :-)

Bukan, saya tidak hendak membahas tentang bisnis saudari saya tadi, tapi satu kiriman gambar beliau membuat saya tertarik untuk juga berbagi opini soal bisnis atau jaringan bisnis yang bagaimana baiknya kita masuki dan jalani.

Selain buat second opinion, saya pikir ini perlu karena setahu saya, rekan-rekan yang hendak mencoba terjun ke dunia usaha kebanyakan masih berupa sampingan. Kalo dah dari sebelumnya tentu bukan mencoba lagi judulnya, kan?

Bagi pemula, berbagai informasi penting tentunya, biar usaha yang nanti dijalankan lebih mantap dan yakin. Terlebih untuk bentuk usaha investasi yang butuh keyakinan tinggi.

Selanjutnya, Sebab baru berupa sampingan tadi, harusnya, bukan semata keuntungan yang dicari. Bukan hanya sampingan sih, usaha pokok juga jangan berbasis keuntungan, apalagi berbasis kompetensi semata da kita mah tidak sedang ngobrolin KTSP. hehe..

Selain keberkahan, lebih rasional, pijakan atau pondasilah yang sebaiknya dituju saat kita baru merintis usaha. Bukan hanya keuntungan! Ya, syukur-syukur keuntungan bisa datang lebih awal.

Kenapa tidak disarankan menjadikan untung sebagai tujuan saat mencoba terjun ke dunia usaha?

Pertama, Anda adalah pemula dan "alle Anfang ist schwierig," kalo kata orang jerman. Semua permulaan itu sulit, wajar bila Anda tidak langsung melihat pemandangan indah sebelum melewati jalan menanjak yang melelahkan.

Jangan sampe pas tidak untung kita nyesel, marah, terus guling-guling di halaman orang. Sangat tidak disarankan!

Kedua, ketika acuannya untung, ditakutkan, kita jadi kurang teliti, selektif, bahkan waras (haha... maaf) saat memilih bisnis yang kita pilih. Karena untung yang menggiurkan, kita langsung simpan investasi besar tanpa melakukan analisa dan verifikasi mendalam. Jangan sampai seperti itu, keep cool and lovely!

Kembali, selain membuka mata bahwa ternyata MUI tidak hanya konsen pada kasus Ahok, dari foto tadi akhirnya memperjelas banyak hal yang perlu ditelaah sebelum kita memutuskan bergabung dengan Persib eh, dengan sebuah jaringan usaha, maksudnya.

Booming Dimas Kanjeng dan Koperasi di Depok adalah 2 contoh kelam bisnis investasi.

Iya.. tentu saja, Bisnis Jaringan Anda bukan semisal transdimensi ala Dimas Kanjeng atau investasi imajiner yang setalah uang terkumpul, pendirinya kabur dan cukup membagi member keuntungan di 2 sampai 4 bulan pertama saja.

Jelas yang gituan mah nipu, dan bisnis Anda bisa jadi jauh lebih rasional.

Tapi bagi saya sendiri tidak tertariknya bergabung dengan bisnis jaringan yang menawarkan untung di atas rata-rata tak lain adalah tak ada modal. Titik. Tamat. Dah gitu aja.. Huehe..

Baiknya baca sampe sana aja, klo cape mah.. da sayah oge cangkeul :-(

Ok, saya lanjutkan demi Anda yang berbaik hati membaca.

Saya cuma orang yang berusaha punya sikap dan keyakinan..ehm (nyengir bayar!) Merinci penjelasan 8 poin MUI di foto bisa bikin tulisan ini sepanjang buku Dan Brown dan apesnya tak ada bayarannya. Hadeuuh..

Paling tidak, bagi saya, jika ditawarin bisnis jaringan, cukup di kejelasan dan kewajaran. Atau bisa jadi cukup di poin kejelasan yang artinya tidak ada unsur gharar (ketidakjelasan).

"Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung unsur ketidak jelasan (gharar). (H.R Muslim)

Lebih lanjut kejelasan dalam jual beli meliputi 3 hal. Harga, barang, dan akad.

Jadi, jika pun ternyata ada bisnis jaringan yang mampu memberikan untung di atas rata-rata atau kewajaran, haruslah jelas asalnya. Jika jelas, untungnya tak wajar pun, saya siap gabung. Mun aya alokasi, pastina :D

Sayangnya, belum ketemu.. yang saya tahu baru yang untungnya biasa-biasa aja plus harus jualan untuk nambah hasilnya. Wajar.
Kendalanya, saya mah nggk telaten orangnya kalo kayak gitu. Barang jualan sendiri yang masih numpuk aja saya tawarin kalo lagi inget..hehe

Sedangkan yang untungnya gede, yang saya lihat masih minus kejelasan. Sekiranya aja jaringannya berupa frenchise gorengan yang berbagi keuntungan sampe 50%, saya mungkin percaya karena untung gorengan bisa jadi lebih 100%. (Bahan baku nu KW plus dijual bulan puasa..hehe)

Nah, gimana dengan produk lain? Untuk produk non makanan dengan pasar yang terukur saya pikir tak ada yang menghasilkan laba lebih dari 50%.

Nah, tarohlah 50% sebagai untung yang disebut besar tadi. Apa iya, bisa full 50% untuk member (sekira kita gabung)? Bukankah ada biaya operasional di luar biaya produksi? Pegawai, biaya harian, dan biaya promosi, misalnya. Pasti dah kurang dari 50%, kan? Belum lagi fee sponsor untuk upline yang dapet downline baru, kurang lagi dong?

Oh iya.. biaya promosi tidak bisa dianggap nihil karena promosi dilakukan dengan memperalat (ups.. baca: memanfaatkan) anggota dengan istilah member get member.

Lantas biaya kurangnya dari mana? Inilah yang jadi tidak jelas. Ok.. Bisa jadi perusahaan punya cadangan dana sendiri. Trus, kenapa cari terus member yang inves? Mmh.. jangan-jangan dari dana member masuk? Kalo ternyata seperti itu, bukan cuma ketidakjelasan, tapi berpotensi merugikan orang lain or member yang masuk belakangan saat rantai bisnisnya mandeg. Dan saat tidak ada masalah pun, berarti kita dah ambil untung dari uang inves anggota baru yang belum tentu bisa menghasilkan.
Kok jadi kayak ijon, ya? Mengambil manfaat dari buah yang masih mentah.

So.. kesimpulannya.. ya, jangang sampai bisnis yang kita ikuti atau jaringan kita masuki berunsur gharar dan berpotensi menimbulkan kerugian pada orang lain. Karena itu tidak boleh, betul tidak?

Wallahualam..

*Berikut hadist Nabiullah Muhammad SAW tentang ijon:
Dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan buah-buahan (hasil tanaman) hingga menua? Para sahabat bertanya: “Apa maksudnya telah menua?” Beliau menjawab: “Bila telah berwarna merah.” Kemudian beliau bersabda: “Bila Allah menghalangi masa penen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?” (Muttafaqun ‘alaih)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi