Praduga di Hari Pertama Sekolah (Cerpen)

First day school, pixabay.com

- Nggak diabisin sarapannya, Say?
- Buru-buru, takut kesiangan.
- Kesiangan apaan? Nggak sambil nganter sekolah Imas ini.
- Ih ... jalanan macet. Banyak yang lagi ngabisin duit.
- Ah, alesan!
- Dah ah, berangkat ya! Ai lep yu, Beb!

Lagi-lagi seperti itu! Berangkat buru-buru, pulangnya pasti telat! Belakangan, suamiku emang lagi agak aneh. Kerjanya jadi makin giat! Bagus, sih! Masalahnya, setoran ke aku-nya kok nggak ikut ningkat?

Jujur, sebelumnya tak pernah kuizinkan sedikit pun praduga buruk terhadap suamiku bersemayam di ruang hati yang tak pernah juga beruforia luar biasa ini. "Asa teu kudu!" Was-was soal banyaknya kebutuhan pokok keluarga dan anak yang mesti dipenuhi saja sudah cukup mengusik jam-jam tenangku menonton drakor. So ...  tak perlulah rasanya aku kerajinan menyisipkan sangka yang hanya bakal menambah kegalauan hati dan mempersempit tenang di waktuku nunggu cucian kering.

Lelakiku tipe yang setia, kok! Dia sangat mencintai keluarga. Paling nggak, dia tak pernah absen bilang ai lep yu sama aku. Jadi, seringnya dia pulang telat akhir-akhir ini, pasti karena tuntutan tugas semata. Udah gitu aja! Lagian, modal apa coba dia mau main gila atau punya "sephia"? Upahnya sebagai sopir tak mungkin cukup buat bisa "jajan" apalagi miara simpanan.

Oh iya, dia bukan supir. Driver, begitu katanya sebutan di tempat kerjanya yang konon bisa disebut perusahaan besar yang, sayangnya, tak juga menjanjikan angin segar bagi karyawan outsource-nya.

Yah, namanya juga karyawan pihak ke tiga yang cuma numpang diperas keringat tapi tak bisa mengadukan apa-apa sama majikannya yang sudah mewakilkan segala urusan buruh mereka ke pihak vendor. You know-lah, vendor kan cuma nyari selisih untung dari jasa mereka menyediain pekerja.

Kalo dipikir, enakan jadi sopir onlen aja, kayaknya. Kerjanya nggak diiket waktu. Begitu juga sama penghasilannya. Tak dipatok sama "PT" seperti suamiku. Ngiri deh kalo liat Si Enung, istrinya Si Toha, yang selalu dibawain martabak banka setiap suaminya itu bisa "tupo" dan dapat bonus. Mana meski tinggal sebelahan, dia nggak pernah bagi-bagi, lagi! Padahal, hampir tiap Si Toha bawa martabak sepulang ngonlen, Si Enung pasti nyaut sekeras TOA mushola, "Eh, bawa martabak lagi, Pap!" Sebel!

Tapi ya, the show must go on, dan trennya mungkin harus kayak gitu. Bersyukur aja, toh sebagai sopir konvensional juga, suamiku masih bisa penuhi kebutuhan keluarga meski kadang harus ditalangin dulu sana-sini.

Wajarlah! Yang penting dia selalu perhatian dan punya waktu buat keluarga. Itu saja sudah cukup mengobati kurang yang mampir sesekali. Sayangnya, ya itu tadi, sebulan terakhir ini, kebiasaan suamiku lagi agak lain.

"Si Ayah dah berangkat, Bun?" tanya Imas menghentikan lamunanku. Akhirnya badanku yang sedari tadi tertahan di pintu depan mendapati alasan untuk beranjak.

"Udah. Kamu sih, mentang-mentang libur jam segini baru bangun."
"Nggak tiap hari ini, Bun!"
"Ayah berangkatnya kok jadi pagi terus ya, Bun?"
"Iya, kerjaannya lagi penuh, mungkin?"
"Jangan-jangan entar senin nggak bisa nganter imas lagi?"
"Nganter kemana?"
"Ari Bunda? Hari pertama sekolah, Bun! Peres dey skul, kata Pa Menteri juga!"
"Peres, peres, peres aja biar kering!" candaku sambil ngeloyor ke dapur.
"Iih, gimana dong, Bun?" rengek Imas.
"Iya, nanti Bunda bilangin. Cuci muka sana! Terus abisin sarapan ayah, tuh! Sayang, mubadzir!"

Gini nih, kalo liburan kurang piknik. Sampai lupa senin depan, tanggal 15 juli, anak sudah harus masuk sekolah. Ayah ... ayah, sebulan anak libur sekolah, kita cuma diem di rumah dah! Payah!
Ah, awas aja kalo ntar senin ogah nganterin Imas! Mau nggak mau praduga bisa lanjut ke tahap penyelidikan dan ayah terancam naik status jadi tersangka tanpa ada kesempatan ngajuin proses pra peradilan. Liat aja!

***

"Imas dah tidur, Beb?"
"Udahlah, Say! Cuma aku yang rela melek nunggu kamu sampe malem hampir abis setengahnya, tahu?" jawabku dengan nada kesal.
"Oh ... hehe," respon suamiku santai.
"Jiaaah ... malah ketawa?"
"Harusnya gimana, emang? Marah, Beb?" tanyanya masih sambil "meseum".
"Tau, ah! Yah, kok pulangnya malem terus?"
"Iya, ada yang harus diberesin. Emang kenapa? Kangen mesra-mesraan, ya?"
"Yey! Iya juga, sih," jawabku ngalah biar dia seneng.
"Ya, pasti aneh aja. Kerja makin giat kok setorannya tetep?" lanjutku polos.

Suamiku cuma tersenyum lalu diam sejenak membuatku malah merasa bimbang menunggu dia bicara.

"Ayah pulang telat, bukan karena banyak kerjaan sih, Bun."

Deg! Kalimat pertamanya berhasil mengubah bimbangku menjadi cemas. Ah, jangan-jangan praduga itu benar adanya.

"Terus alasannya apa?" aku beranikan diri bertanya walau belum pasti siap mendengar jawabannya.

"Ngurusin kontrak baru, Beb. Akhir bulan lalu kontrak kerja sama "PT" abis."

"Oh ... kirain apa? Bilang dong, bikin bunda tegang aja."

Jawaban Si Ayah membuat hatiku lega. Putus lalu bikin kontrak baru sudah jadi hal biasa buat pekerja outsourcing. Aturan yang mengharuskannya seperti itu walau tetap, suamiku masih kerja di tempat yang sama setelah dapet kontrak yang baru. Tetap sebagai sopir juga, tentunya.

"Udah kelar urusannya?" tanyaku kembali.
Tanpa semangat suamiku malah balik bertanya, "Mmh .... Kenapa emang, Beb?"
"Ya, bagus aja kalo udah beres. Kan Ayah nggak harus pulang malem lagi." jawabku selogis mungkin.

"Terus, entar senin Imas pengen dianter sekolah. Dia takut, Ayah nggak bisa. Senin besok, hari pertama dia masuk sekolah, Say!" lanjutku.
"Oh ... bisa, Beb! Kayaknya sementara ini ayah nggak bakal pulang telat lagi dan bisa nganter Imas bukan ntar senin aja. Tiap hari." jawabnya dingin.

"Hoh, kok bisa?" Bagus, sih! Tapi kok, kabar dari suamiku malah bikin aku deg-degan.
Tak tenang, aku pun mengejar jawab dari suamiku, "Ada apa, Say?"

Sejenak terdiam seolah mengumpulkan tenaga, suamiku pun bicara, "Perusahaan memutuskan pake jasa taksi onlen. Mulai hari senin, Ayah dirumahkan."

Papi Badar
Bandung, 17072019

*asa teu kudu: rasanya tak perlu (sunda)
*sephia: kekasih gelap atau simpanan.
*jajan: main perempuan
*PT: perusahaan outsourcing, penghubung antara pekerja dan perusahaan pengguna.
*tupo: tutup poin, tercapai target harian.

#Haripertamasekolah #firstdayschool #sephia #taksionlen #outsourcing

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Hirup Tong Kagok Ngan Tong Ngagokan!" Masih Mencoba Menyelami Colotehan Ustad Evie Effendi

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya