Sempurna (cerpen)

Purnama (pixabay.com) “Kurang ajar!” Amarahku naik ke ubun-ubun tanpa perlu menunggu jeda untuk mengatur nafas dan ritme jantung yang tiba-tiba naik temponya mirip lagu perfect , miliknya Ed Shareen, yang dibawakan dalam versi koplo. Jangankan sunyi malam, aroma terapi dari pengharum ruangan di atas meja rias yang tak pernah kubiarkan kosong pun tak mampu lagi menebarkan ketenangan di dalam benakku. Jika saja gambar yang kutatap nanar saat ini serupa foto kami berdua, aku dan suami, yang masih setia kuselipkan di dompet lepet yang usia keduanya hampir sama tua; pasti sudah kuremas, kuinjak-injak, untuk kemudian kupungut kembali dan kumutilasi sampai potongan-potongan terkecil yang tak mungkin bisa lagi membentuk rupa mereka berdua—suamiku dan kekasih lain-nya. Sayang, nafsuku tak temui jalannya. Foto mereka bukan tercetak di atas kertas. Wajah sumringah menyebalkan itu menempel di layar gawai suamiku yang kini sedang mendengkur mirip kebo kelelahan setelah membajak berhektar sa...