Sulastri dan Pasar Minggu Pagi (cerpen)

pinterest.com Tak banyak yang berubah dengan kota kecil ini sejak 20 tahunan lalu. Terutama pasarnya. Masih terletak di muka pertigaan, menghadap ke jalan lurus yang membelah jalan utama di kota ini. Istilah feng sui-nya, tusuk sate. Ah, urusan apa dengan hitung-hitungan keberutungan macam itu. Tak ada pedagang pasar di sini yang percaya soal feng sui. Lagi, tak banyak yang berubah juga dengan pemandangan hari minggu sejak dua tahunan lalu di pasar ini. Sekira pukul sembilan pagi itu, Sulastri dan anak perempuannya sudah duduk-duduk di bangku tukang bubur ayam yang berjualan di depan toko besi yang letaknya persis di belokan sisi kanan jalan yang membelah tadi. Di seberang tempat mereka terduduk, atau sebelah kiri jalan pembelah, sebuah toko emas terlihat sibuk dengan kegiatan buka tokonya. Ada pelayannya yang melap-lap etalase, ada yang menyapu, ada juga yang merapikan benda-benda yang hendak dipamerkan. Salah satunya, pelayan pria yang sedang memegang sapu, sesekali bermain ...