Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Tips Menulis, Jeli Menempatkan "di-"

Gambar
pixabay.com, edit by me Menyusul kabar penusukan Wiranto beberapa waktu lalu (lah, ini tips menulis atau artikel politik?), muncul meme berupa kalimat singkat bernada satir yang, mungkin, bisa menyebabkan kesalahpahaman para pembacanya. Tapi, tentu tidak untuk yang paham bagaimana aturan "di-" sebagai awalan (prefiks) maupun kata depan (preposisi) ditempatkan. Untuk lebih pahamnya, meski gaya penulisannya tak semua sama, kalimatnya sendiri berbunyi seperti ini: - Wiranto bukan di Serang tapi di Pandeglang. Terlepas apa tujuan dari usaha memviralkan tulisan tersebut, kunci untuk memahami kalimat pendek tersebut adalah jeli melihat penempatan "di". Pada kalimat tersebut, di diletakan di depan dan terpisah dari kata selanjutnya dan itu artinya dia sebagai kata depan (preposisi) yang menunjukan posisi atau letak. Berbeda jika di ditulis tersambung dengan kata yang mengikutinya. Di sana, di berfungsi sebagai prefiks atau awalan yang menunjukan kata kerja p

Tips Menulis, Nulis, Yuk! Sebuah Prolog

Gambar
Dok.pribadi Sebelum maret 2006, mungkin saya tak pernah berpikir untuk bisa menempatkan tulisan di sebuah media massa yang oplahnya mencapai dua juta eksemplar per hari pada waktu itu. Seolah mendapat anugerah tak terkira, hari kamis, 26 Maret 2006, artikel pertama saya dimuat di rublik Mimbar Akademik, Harian Pikiran Rakyat--koran regional jawa barat. Sungguh luar biasa untuk ukuran seorang mahasiswa yang berasal dari kampung, gaptek, dan kurang referensi bacaan seperti saya. Lebih keren lagi, tulisan berjudul "Tawakal atau Tak Paham"--tulisan yang dimuat tersebut--hanya merupakan tulisan percobaan ke dua yang saya kirimkan. Artinya, saya tak harus berkali-kali berusaha untuk mengadaptasi isi dan gaya tulisan yang diminta oleh redaktur rubrik tersebut. Tak ayal, pasca peristiwa tersebut semangat menulis pun semakin meningkat, dan alhamdulillah di tahun tersebut beberapa artikel saya berhasil dimuat. Masih di Rubrik Mimbar Akademik Harian Pikiran Rakyat, lainnya di R

Vitamin D dan Kunjungan Jokowi ke Papua

Gambar
Kunjungan Jokowi ke Papua. Sumber: bbc.com Entahlah, kenapa beberapa hari belakangan ini vitamin D malah menjadi concern saya. Sempat terpikir, bahkan saya akan mewajibkan Si Cinta berjemur tiap pagi demi memenuhi kebutuhan salah satu zat yang dibutuhkan tubuh tersebut--biar lebih bugar; bukan suapaya dia nyaingin atau nyesuaiin dengan warna kulit yang saya punya. Kabar baik sekaligus buruk, akhirnya didapat dari hasil menjelajah google. Pemenuhan vitamin D itu tak perlu dengan berlama-lama memapar diri dibawah pancaran sinar UV. Apalagi sinar UV buat ngecek keaslian uang kertas. Sangat tidak dianjurkan! Cukup hitungan menit 2 sampai 3 kali seminggu saja. Dan itu artinya, tak akan menyita banyak waktu untuk bersih-bersih rumah dan masak, tak perlu juga berjemur sampe gosong tanpa pakaian lengkap. Bukan hanya vitamin D, kegaduhan pun dijamin datang jika kaum perempuan bebas bejemur di jalan komplek depan rumahnya demi berburu vitamin D. Udah mah pot bunga, kasur kena ompol,

Sarapan Terbaik Bernama Bunda (parenting)

Gambar
Bunda dan Ananda, dok.pribadi Salam! Apa kabar, Ayah Bunda yang senantiasa siaga menjaga buah hatinya? Semoga kabar baik, ya! Eh, dah pada sarapan? Jangan sepelekan sarapan, ya! Nutrisi awal akan berperan vital pada aktivitas kita selanjutnya. Bahkan bisa berimbas fatal, loh! Dua minggu jarang sarapan, tetanggaku dua minggu lebih harus dirawat di rumah sakit, loh! Bukannya nakut-nakutin, ya. Mencegah kan lebih baik daripada ditangkep polisi! Hehe .... Sarapan sebagai bekal awal itu sangat perlu, kita tak akan pernah tahu dengan pasti apa yang akan dihadapi. Jadi, bersiaplah biar nggak panik mirip diriku beberapa hari lalu, buka hp pagi-pagi setelah sehari sebelumnya tak disentuh, tiba-tiba kubaca chat yang cukup menarik kalo tak perlu dibilang panik. Sebuah nomor yang namanya belum masuk daftar kontak memintaku menulis tentang parenting. "Hah?" Agak sempat bengong karena mungkin saja ini chat nyasar yang niatnya dikirim ke Ayah Edi atau Kak Seto. Tapi setelah kubuk

Hadirkan Cinta dalam Bekerja

Gambar
pixabay.com Mengenang sekian tahun lalu, sempat aku membaca sebuah postingan di web internal perusahaan tempat kerjaku kala itu. Sebuah tulisan yang mampu membuat aku bertahan menjalani rutinitas pekerjaan yang sungguh sudah tak aku punyai lagi hasrat untuk menjalaninya. Tulisan sederhana itu kurang lebih seperti ini, Jika Anda tidak mencintai pekerjaan Anda, cintailah rekan-rekan kerja Anda. Munculkan kerinduan untuk bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Jika rekan-rekan kerja Anda juga tidak bisa Anda cintai, cobalah cintai suasana dan tempat kerja Anda. Ketenangan, kenyamanan, gedung kantor, atau bahkan bunga hias yang terletak di pinggir kantor Anda. Cintailah, sehingga mampu memunculkan gairah Anda berangkat kerja dan melakukan segala tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Jika pekerjaan, rekan, suasana dan gedung kantor masih belum bisa Anda cintai, Cintailah perjalanan pergi dan pulang kerja Anda. Nikmati setiap pengalaman yang bisa Anda temukan di sana sehingga

Pendekatan Pendapatan dalam Penilaian Properti

Gambar
pixabay.com Setelah kita membahas mengenai dua metode pendekatan dalam penilaian properti, yaitu pendekatan pasar dan pendekatan biaya, terakhir mari kita coba ulas mengenai pendekatan pendapatan. Sebagaimana telah disinggung pada tulisan sebelumnya, penilaian properti dengan pendekatan pendapatan ini hanya dapat diterapkan pada properti yang dapat menghasilkan pendapatan atau income producing property. Jadi, jangan paksakan menerapkan pendekatan ini terhadap properti non produktif. Kenapa, karena pendapatan properti itu sendirilah yang menjadi bahan kita menghitung estimasi nilai dari properti terkait. Selain itu, konsep pendekatan pendapatan terkait dengan investasi jangka panjang sehingga faktor rate of return harus dapat mengakomodasi unsur resiko dan penghasilan dari properti yang kita nilai. High Risk = High Return Jadi, semakin besar resiko maka semakin besar pendapatan yang mungkin kita terima. Secara general, pendekatan pendapatan dapat kita rangkum dalam rumu

Pendekatan Biaya dalam Penilaian Properti

Gambar
pixabay.com Setelah kita bahas mengenai pendekatan data pasar dalam penilaian property, dalam tulisan ini kita akan mengulas mengenai metode pendekatan biaya dalam proses penentuan opini nilai, a.k.a penilaian, suatu aset atau properti. Sebelumnya, untuk memudahkan kita menentukan metode mana yang lebih cocok kita terapkan saat kita melakukan penilaian terhadap suatu properti, tak salah jika kita review kembali ketiga metode pendekatan dalam penilaian beserta karakteristik asset yang lebih cocok untuk diterapkan dengan salah satu metode. Tabel metode penilaian (sumber: dok.pribadi-materi PDP MAPPI) Dalam tabel di atas dijelaskan bahwa pendekatan pasar relevan untuk diterapkan pada jenis properti apapun; hanya saja, ada syarat mutlak dalam penerapan pendekatan ini, yaitu adanya data pasar. Data pasar yang berupa data penawaran atau penjualan properti sejenis mutlak harus ada karena data tersebut akan menjadi dasar kita saat mencari nilai pasar. Lanjut ke pendekatan penda

Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Galah (prosais)

Gambar
pixabay.com Entahlah, tangisan itu tiba-tiba meledak. Tanpa rencana, tanpa sekenario, apalagi diniat gimmick penaik citra, peningkat kagum orang semata. Hati ini tak kuasa membohongi sesal yang kian memenati dada, "Kenapa di saat Bunda merintih dalam sakitnya, sebagai anak tertua, aku tak bisa berbuat apa-apa?" Kesal malah ikut merasuk dalam kalut yang berkecamuk. Kini, pertanyaan lain justru datang menyapa, "Mengapa tak pernah kau rela berkata di setiap derita hadir menyapa?" Jawab yang ada selalu hanya sebentuk kalimat sederhana; sebatas tidak apa-apa, tak ingin anaknya cemas dan repot karena dirinya. Pendek saja! Namun, ungkapan singkat dari muaranya kasih setiap manusia itu selalu cukup menyayat hati pendengarnya. Bagaimana bisa beliau menyisa sangka, di tak terhentinya do'a--upaya mewujud bahagia untuk anak-anaknya--beliau tak pernah tega izin menyela, mewarta sakit yang dirasanya, hanya sebab ... tak hendak mengusik tenang darah dagingnya meski

Pendekatan Data Pasar dalam Penilaian Properti

Gambar
pixabay.com Melanjutkan artikel sebelumnya yang membahas masalah pendekatan dalam penilaian properti,  dimulai dengan tulisan, mari kita coba membahas satu per satu pendekatan penilaian tersebut. Pertama, mari kita uraikan tentang pendekatan data pasar. Pendekatan data pasar sendiri dapat diartikan sebagai sebuah metode penilaian properti dengan menggunakan data penjualan atas properti yang sebanding ataupun hampir sebanding dengan objek yang kita nilai. Pendekatan data pasar sendiri bisa dikatakan merupakan pendekatan yang paling mudah diaplikasi dan dapat diterapkan untuk hampir ke semua jenis properti. Apartemen, ruko, mobil, tanah, atau rumah tinggal, apalagi. Hanya saja ada satu syarat yang tak bisa tidak; pendekatan data pasar hanya dapat digunakan ketika data penjualan / data pembanding tersedia. Jika tidak, pendekatan ini sama sekali tidak dapat dipakai. Konsep sederhana penilaian dengan pendekatan data pasar. (dok.pribadi) Pada dasarnya, pendekatan data pasar me

Apakah kita "Kolot", "Koloteun", "Kokoloteun", atau "Kokolot Begog"?

Gambar
pixabay.com Bagi saya, budaya sunda--terlebih terkait bahasa--selalu menyisakan rasa penasaran tersendiri untuk ditelisik. Bisa jadi karena pesonanya menarik, kedalaman filosofisnya yang unik, atau emang saya saja yang kurang usik? Entahlah--hampir sejam ngantri cek kesehatan buat kelengkapan perpanjangan SIM emang tak bisa banyak usik. Karena akhir-akhir ini sedikit berkurang waktu leluasa saya buat curat coret, saya sempatkan saja ngantri sekalian iseng bikin tulisan. Mayan, daripada manyun! Sibuk? Bukan, jangan suudzan! Bagaimanapun, dengan banyak hal yang juga harus dilakoni, saya harus "koloteun" untuk bisa adil membagi waktu dalam porsi yang tepat, akurat, dan berimbang, serupa tagline sebuah portal berita. Dengan kata lain, saya harus lebih dewasa membagi konsentrasi untuk semua amanah yang mesti dijalani. Cieeee... haha. Kalo sekadar buat menggugur kewajiban saja, memang bisa, sih. Kita bisa telponan sambil review laporan, bisa ngelonin anak sambil fb-an, at

"Cikaracak Ninggang Batu Lila-lila Jadi Deklok," Penawar Hati Untuk Para Pejuang

Gambar
pixabay.com Entah mana yang benar. Sempat saya cek lewat mbah goegle bagaimana kebanyakan orang nulis peribahasa sunda di atas, dan ternyata yang muncul berbeda dengan kalimat yang saya tulis. Di kesemua hasil pencarian, akhir kalimatnya berbunyi, "laun-laun jadi legok." Apa sekarang udah ganti gitu, ya? Haha .... Ah, biarpun! Saya mah akan teguh pendirian karena dari orok yang saya denger kalimatnya, "Cikaracak ninggang batu lila-lila jadi deklok." Apa karena beda daerah atau malah saya yang salah denger, tapi saya harap perbedaan ini tak lantas malah menjadi polemik di tahun politik yang penuh intrik. Cukup mereka saja yang fotonya ramai terpangpang di reklame yang terbentang, sibuk saling serang. Toh, inti maknanya sebenarnya sama. "Lila-lila" dan "laun-laun", mengacu pada proses yang tidak sebentar. Kalaupun memang, secara bahasa, jika diartikan ke dalam bahasa indonesia dua kata dalam Bahasa Sunda ini memiliki arti yang berbeda (pe

Bisnis Kebijaksanaan

Gambar
pixabay.com . Beberapa tahun lalu, seorang costumer pernah berseloroh kepada saya bahwa pasca revolusi industri, berlombanya orang mengembangkan teknologi, disusul kinclongnya dunia komunikasi, ke depannya bisnis yang paling menjanjikan itu adalah bisnis kebijaksanaan. Iya gitu? . Sejenak saya dibuat teringat ucapan ibu saya setiap kali anak-anaknya males mengaji, "Mumpung masih ada yang ngajarin. Nanti, akan ada masanya meski kamu punya emas satu tembikar pun tak akan ada yang bersedia ngajarin mengaji." Iya gitu masa itu segera datang? Pikiran saya sempat mencoba membuat korelasi antara dua pernyataan tersebut. . Kembali ke konsumer tadi, asumsi dia kala itu bertolak pada kisah suksesnya para pengembang motivasi, trainer managemen, atau konsultan beragam persoalan (misal: parenting, pendidikan, pernikahan, bahkan agama), yang mulai banyak bermunculan. Beralasan sih... siapa yang tak kenal Mario Teguh, Bong Chandra, Merry Riana, atau Ippho Santosa. Bahkan, sekali w

"Ternyata Dia Bukan Jodohku," Sebuah Pernyataan yang Masih Belum Saya Pahami

Gambar
Moslem Couple, pinterest.com Waktu itu, Kang Dul (bukan nama sebenarnya) menghampiriku dengan raut muka lelah dan tak bergairah. Setelah duduk di sampingku, tiba-tiba dia berkata, "Ternyata dia bukan jodohku." Sedikit kaget, saya alihkan pandang padanya dan bertanya, "Maksudnya, Kang?" "Iya, Sarah istriku, ternyata dia bukan jodohku." "Kok bisa gitu, Kang?" Penasaran membuatku kembali bertanya. "Kemarin saya nganter saudara berobat ke orang pintar, sekalian aku bertanya soal segala kesulitan hidup yang terus saja ada. Menurutnya, semua terjadi karena aku menikah dengan orang yang sebenarnya bukan jodohku," Semakin saya kaget mendengar jawaban Kang Dul. "Kang, kok percaya sama orang yang baru kenal? Yang Kang Dul rasa selama ini emang gimana?" Masih terus saya penasaran. "Entahlah." Kang Dul terdiam seolah mulutnya enggan untuk berkata-kata lagi. *** Bagi saya sendiri, jelas ini adalah ihwal yang memb

"Sésélékét Siga Tumila," Mengenang Tumila, Pengisap Darah yang Hampir Punah

Gambar
Tumbila, ekor9.com " Badar, tong sésélékét siga tumila! " kata istriku setengah berteriak menyuruh Badar menyingkir dari pinggir Adhia, adiknya, yang sedang tiduran di kasur. Aku hanya bengong disamping penasaran menunggu penjelasan selanjutnya tentang ungkapan, "sésélékét siga tumila", istriku tadi. "Itu loh, Yang. Ada ibu-ibu naik motor nyempil di antara bus kepergok sama cctv dishub. Terus dikomenin, "Ibu jangan sésélékét karena ibu bukan tumila!" haha..." istriku menjelaskan sambil kembali tertawa. "Oh..." responku jaim sambil menahan tawa dalam hati. Wkkk .... Gaees, tahu tumila atau tumbila? Nggak? Syukurlah kalo nggak, berarti hampir bisa dikatakan bahwa kamu-kamu tidak mengalami masa kegelapan seperti jaman dark middle age -nya eropa sebelum renneisance tiba. Alkisah, dahulu kala, saat kasur kapuk masih mendominasi pasar, tumbila adalah hewan sejenis kutu yang kreatif memilih kasur dan kelengkapannya sebagai ha

Aku dan Dia (Cerpen)

Gambar
pixabay.com Karya: Nia Kurniawati Hobiku, duduk di sudut ruang tanpa penerang sambil menatap sekeliling. Dinding, atap, dan lantai, bergantian. Tak ada yang lain, hanya jam dan cicak yang bercengkerama denganku. Jam, detiknya membuatku berdendang sambil mengeleng-gelengkan kepala, mengehentakkan kaki, menyesuaikan iramanya. Sedangkan cicak, decakannya menghinakan. Selalu kubalas dengan pandangan benci, ludahan, dan sumpah serapah. Meski benci, sosoknya sering kucari saat mata tak menangkap sosoknya. Karena sejatinya, dia juga temanku. Sekian malam berlalu, mataku menangkap sebuah siluet, "Hai, hantukah kau?" Bayang itu tak menjawab. Dia serupa aku, hanya duduk memeluk lutut. Membenamkan wajahnya dalam-dalam, dan sesekali bahunya terguncang. Lalu diam, kemudian menengadahkan wajahnya, menatap atap sambil tersenyum, atau menyeringai? Rambutnya lurus sebahu, dibiarkan tergerai. Badan tipis. Mengapa dia sangat mirip denganku? Siapa dia? "Hai, kau datang dari