Uang Baru

Uang Baru, detiknews.com


Beberapa hari ke belakang saya sempat dibuat kagum dengan fenomena beberapa teman yang bolak - balik nuker uang baru. Kagum plus sedikit heran tepatnya. Haha ....
.
Gimana nggak, di banyak obrolan mereka tentang sulitnya kondisi sekarang ini, giliran menghadapi lebaran, nyata terpampang, jatah mereka membagi sedekah atau mungkin zakat ternyata masih di tataran wah dalam perspektif saya yang malah disenyumin tak manis sama teller karena nuker cuma sebesar ratusan ribu.
.
"Kalo nggak kere, pasti pelit ni orang!?" Begitu, mungkin guman yang muncul di benak teller yang tampak cantik dan belum mengecap pahit getirnya pergumulan di jelang hari raya. Haha .... Bodo amat, ah!
.
Soal lain, gegara fenomena ini, hampir saya setuju dengan para penafsir mimpi yang seringkali nyinyirin orang yang ngeluhin kondisi perekonomian di hari-hari ini. "Mall penuh, restoran padat, jalanan macet, mana ada ekonomi lagi sulit?" Macam ntu mereka biasa mengigau.
.
Jika tutur mereka jujur tanpa nafsu membela sesuatu, tentu, mereka pun harusnya bisa meracau semisal ini, "Ustad banyak, pesantren menjamur, majlis ilmu dimana-mana, mana ada orang rusak agama!?"
Yes! Yang ada cuma orang yang nolak aturan agama menjalar ke lain hal selain ritual! Agama itu ibadah to! Soal muamalah, tarbiyah, atau siasah, yang di dalamnya termasuk milih pemimpin amanah, serahin gua aja tu mah! Gitu?
.
Ok, fine! Senyumin aja karena ujung dari semua hanya sebatas beda pendapat yang tentunya tak bisa saling kita larang apalagi dicap makar untuk setahap beda pandangan saja. Sebagaimana kamu punya alasan untuk berucap, orang lain pun pasti punya sebab buat berujar.
.
Seperti sangka saya soal tuker uang tadi, sebenarnya jawaban sudah ada di jauh tahun ke belakang. Tepatnya kala saya juga masih berprofesi sebagai teller! Jangan ketawa apalagi geleng-geleng tak percaya! Akui saja bahwa saya layak masuk pada standar pajangan sebagai frontliner! Wkkk ....
.
Balik ke soal tuker uang. Waktu itu saya kedatangan seorang manager rumah makan. Saya tahu, selain setor pendapatan mingguan, biasanya dia juga nuker uang buat kembalian. Memang, waktu itu mau lebaran dan biasanya orang nuker hanya buat dapetin uang baru cetak yang masih keras, rapi, dan bersih buat dibagi-bagi. Namun, tahu cuma buat kembalian, khusus buat pak manager ini, saya sodorkan saja uang lama. Dia terdiam.
.
"Nggak ada yang baru, Kang?"
"Ada, tapi sedikit lagi. Bagi-bagi, Pak. Biar semua kebagian."
"Oh... Pengen yang baru bisa, Kang?"
"Duh, punten! Kalo dikasih ke bapak, orang lain yang nuker sedikit-sedikit nggak kebagian. Bapak buat bagi-bagi lebaran juga?"
"Nggak. Buat kembalian."
"Nah, kalo buat kembalian mah yang lama aja atuh, Pak!? Nih, masih bagus-bagus, kok!"
"Nggak usah, Kang. Nggak jadi aja nukernya."
"Yah.. kenapa, Pak? Kanapa mesti uang baru sih, Pa? Buat kembalian ini, kan?"
"Pelayanan." jawabnya dengan tenang dan pasti.
Apa!? Pliss deh, Pak! Tidak adakah alasan yang lebih menantang gitu? Saya cuma bisa bengong.
.
Nggak apa, sih! Hanya pikirku, di musim gini, bapak ini masih sempet mikir layanan buat kepuasan pelanggan dengan uang kertas baru yang banyak orang rela justru mengantri atau bahkan sengaja beli jasa buat dapetinnya.
.
Poinnya apa? Ya ... bisa jadi temen-temenku nuker uang baru dengan jumlah banyak bukan cuma buat bagi-bagi lebaran. Buat beli bala-bala, bayar parkir, sewa PS, tips buat penjaga toilet, belanja kaos oblong di toko onlen, terus, terus, dan ... Pokoknya semua harus pake uang baru! Huehe.
Nggak-nggak! Maksud saya, poin dari persoalan uang baru tadi adalah apa yang kita anggap urgent ternyata tak sepenting urusan lain di benaknya orang lain. Makna keberhasilan bisa muncul dalam bentuk-bentuk yang tak sama di tiap kepala yang berbeda.
.
Sukses kita mungkin berupa bisa berbagi uang kertas baru dengan beberapa sanak keluarga. Nilainya pun tak besar. Namun, ternyata ada juga yang merasa bahwa uang tersebut lebih berfaedah untuk memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Unik dan itu tak masalah sama sekali! Semua benar dalam perspektivnya masing-masing, dan tak perlu kita saling memaksakan pandangan untuk minta dibenarkan pihak lain yang beda pandangan. Itu sulit loh, Gaes!
.
Sulit, karena di sini, bicara soal pilihan, hitam putih itu nyaris tak ada. Tak ada alternatif pilihan yang benar-benar baik dan tak ada juga yang seterusnya salah. Hasilnya, kita seolah tak punya pilihan solutif yang bisa mengakomodir semua pikiran dan menebar damai di alam ini. Harapan pun akhirnya kembali ke masing-masing kita. Bersediakan kita semua segera dewasa dalam bersikap atau tetap keras dengan ego yang ada?
Terakhir, teriring do'a, semoga dengan idul fitri yang segera dijelang, kita dapat lebih berbesar hati lagi menerima perbedaan satu sama lain sementara usaha penegakan keadilan dan penindakan kecurangan yang kadung ada terus dicarikan penyelesaian terbaiknya.
.
Jaya negriku! Selamat idul fitri 1440 H! Mari jelang kemenangan bersama!

Komentar

  1. Munking kalimat paling akhirnya, Kang, yang bikin fb panas. 😊

    ..., kita dapat lebih berbesar hati lagi menerima perbedaan satu sama lain sementara usaha penegakan keadilan dan penindakan kecurangan yang kadung ada terus dicarikan penyelesaian terbaiknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal aku kan cuma main rima aja, Teh Nia! Wkkk....

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Hmmm... Kalo emang niatnya mau ngasih ke orang pake uang baru kasih aja uang 100 ribuan, gak perlu tuker uang baru di teller bank ... Yang ada di dompet juga biasanya masih pada keras .. Wkkkkk

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti

3 Metode Pendekatan Penilaian Properti Beserta Kekurangan dan Kelebihannya